Bukan main fleksiblenya. Sudah sefleksible perusahaan. Seolah seperti bukan program sebuah negara. Apalagi negara demokrasi.
Bahkan lebih fleksibel dari sebuah perseroan terbatas. Di perusahaan, masih harus ada rapat umum pemegang saham. RUPS harus setuju dulu. Baru direksinya bergerak.
Ini sudah mirip sebuah perusahaan keluarga.
Proses pengadaan ibu kota baru ini sungguh suatu terobosan. Mungkin terbesar dalam sejarah birokrasi Indonesia. Jangan-jangan di dunia.
Dan itu hanya bisa dilakukan oleh seorang presiden asal Solo: Pak Jokowi.
Cepatnya bukan main. Akan lebih cepat dari proyek apa pun. BSD pun memerlukan waktu lebih 15 tahun.
Ibu kota baru kita itu hanya perlu waktu lima tahun. Dari gagasan, sampai perencanaan, proses legal, administrasi, pendanaan sampai bisa ditempati.
Saya begitu kagumnya.
Kapan pula tendernya.
Proses tendernya saja paling tidak satu tahun. Itu pun kalau tidak ada gugatan.
Atau dikerjakan sendiri? Oleh BUMN? Sehingga tanpa tender?
Entahlah. Masih serba tidak pasti.
Ups, sudah pasti juga. Menteri Bappenas yang menjelaskannya. Seperti dimuat Merdeka.com kemarin.
Bahwa gedung-gedungnya itu nanti tidak harus dibangun pemerintah. Bisa dibangun badan usaha. Pemerintah tinggal sewa. Selama sekian tahun. Setelah itu –katakanlah 20 tahun atau berapa tahun pun– gedungnya menjadi milik pemerintah.
Wow! Skema yang sangat menarik. Tidak perlu banyak anggaran negara.
Sangat menarik –dilihat dari kacamata bisnis. Ini terobosan yang belum pernah terjadi.
Melihat konsep itu saya ingat Sukrosono. Di dunia pewayangan.
Sukrosono seperti telah lahir kembali ke dunia nyata.
Sukrosono adalah satria sakti. Hanya saja buruk tampangnya.
Saktinya luar biasa. Mampu memindah Taman Sriwedari dalam sekejap. Dari Sorga Nguntara Segara ke komplek istana raja Maespati. Hanya dalam satu malam.
Itu dilakukan Sukrosono untuk menolong kakaknya yang lagi kepepet. Sang kakak ganteng luar biasa: Sumantri.
Sumantri ingin diterima menjadi anggota kabinet kerajaan. Tapi terbentur persyaratan sulit: harus bisa memindahkan Sriwedari ke istana Maespati.
Sumantri sangat sedih: tidak akan mampu memenuhi syarat itu. Ia menangis. Sang adik iba. Sukrosono sangat menyayangi kakaknya.