Hal senada disampaikan Wakil Ketua Umum DPP Gerindra Sufmi Dasco Ahmad. Dia mengambil kesimpulan atas pernyataan Presiden Joko Widodo soal masih adanya kemungkinan masuk koalisi. “Sudah disampaikan berkali-kali Gerindra akan memberikan konsep kepada Presiden. Konsep itu membantu pemerintahan untuk bersama membangun bangsa,” tegas Sufmi.
Gerindra berharap konsep soal ketahanan pangan, ketahanan energi, ketahanan ekonomi diterima. Sehingga Gerindra bisa ikut di dalam pemerintahan. “Ketika konsep diterima, kerja sama bisa dilaksanakan di dalam pemerintahan. Mudah-mudahan konsep kami dipertimbangkan,” tuturnya.
Namun, jika Jokowi tidak menerima konsep yang ditawarkan, Gerindra berada di luar pemerintahan. “Sebaliknya, apabila konsep kami belum dapat diterima, kami tetap bersama membangun bangsa dan negara dengan perkuat legislasi, penganggaran, dan pengawasan di luar pemerintah,” bebernya.
Sementara itu, Sekjen PPP Arsul Sani menyatakan hingga saat ini belum diputuskan apakah Gerindra akan masuk dalam koalisi. Andaikan jadi bergabung, hal itu tak berpengaruh terhadap jatah kursi menteri untuk parpol KIK (Koalisi Indonesia Kerja).
“Soal bertambah atau tidak koalisi kami diserahkan kepada Pak Jokowi sebagai presiden terpilih. Beliau akan mendiskusikannya dengan para ketum parpol KIK. PPP yakin masuk-tidaknya Gerindra tak akan mengurangi atau menambah jatah kursi partai KIK yang sudah ada,” tegasnya.
Politik Canda Gurau
Terpisah, pakar komunikasi politik Lely Arrianie menilai kelakar dilontarkan Ketua Umum PDIPMegawati Soekarnoputri dalam kongres ke V di Bali adalah bentuk komunikasi politik yang tepat. “Rekonsiliasi sedang berlangsung. Kita ingin menyaksikan kosakata dan komunikasi politik yang penuh candaan. Politik sendiri sebenarnya sekadar canda gurau,” ujar Lely di Jakarta, Jumat (9/8).
Menurutnya, politik sebagai kompromi dari kepentingan berbagai pihak tercermin ketika yang bertentangan bisa duduk bersama. Keberadaan Ketua Umum DPP Gerindra Prabowo Subianto yang berbeda kubu dengan Megawati dan Jokowi di Pemilu 2019, menunjukkan betapa cair politik sebenarnya. “Politik itu sekadar canda gurau. Para pendukung harusnya jangan terlalu militan dalam mendukung. Karena perubahan politik itu dinamis. Detik per detik, para elite bisa berubah,” terang Ketua Program Magister Komunikasi Universitas Jayabaya itu.