JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengusulkan agar kebijakan zonasi pendidikan segera diatur ke dalam Peraturan Presiden (Perpres). Tujuannya agar bisa muncul sinergi sistem pendidikan baik pusat maupun di daerah.
”Untuk rotasi guru harus berdasarkan zona. Pembangunan sarana prasarana berdasarkan kebutuhan per zonanya. Nah, selama ini kita belum bisa petakan hal tersebut secara detail. Dengan sistem zonasi ini jadi lebih mudah mengetahui permasalahan dan menyelesaikannya,” ujar Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Regulasi, Chatarina Muliana Girsang, dalam Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, belum lama ini.
Menurut Chatarina, penerapan sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) merupakan pemantik awal untuk kemudian ditindaklanjuti dengan pemenuhan jumlah sekolah dan pemerataan infrastruktur, serta sarana dan prasarana. Selanjutnya, zonasi sekolah akan diikuti pemenuhan, penataan, dan pemerataan guru. Pemerintah juga mendorong integrasi pendidikan formal dengan nonformal, serta gotong royong sumber daya.
”Kewajiban penyediaan akses pada layanan pendidikan sebagai layanan dasar merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah yang diamanatkan pada Undang-Undang Pemerintah Daerah. Bahkan APBD itu harus diprioritaskan penggunaannya untuk pendidikan sebagai layanan wajib,” jelasnya, melalui siaran pers Kemdikbud.
Sementara itu, Staf Ahli Menteri Dalam Negeri (Mendagri) bidang Kemasyarakatan dan Hubungan Antarlembaga, Heri Nurcahya Murni, mengajak semua pihak turut mengawasi kebijakan zonasi. Dibutuhkan komitmen berbagai pihak untuk mewujudkan pendidikan yang merata dan berkualitas.
”Negara wajib hadir untuk memberikan pelayanan bidang pendidikan, dari PAUD [pendidikan anak usia dini], sampai dengan pendidikan menengah. Kemudian penerapan SPM [standar pelayanan minimal] pendidikan untuk menjamin tidak ada lagi warga negara usia sekolah yang tidak sekolah. Karena wajib belajar 12 tahun merupakan tekad kita bersama,” tutur Heri Nurcahya Murni.
Wakil Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian, mengungkapkan bahwa DPR mendukung kebijakan zonasi sekolah agar mampu memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia.
”Prinsipnya setuju, zonasi menghilangkan sekolah favorit. Karena setiap warga negara Indonesia itu wajib menerima pendidikan sebagai layanan dasar. Dan pemerintah wajib membiayainya, tapi dengan kualitas yang juga harus relatif sama,” ungkap Hetifah.