Sementar itu, Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan, Hendra Iswahyudi, mengatakan, sepanjang kuartal I dan II tahun ini, akibat tidak adanya penyesuaian tarif, pemerintah ditaksir harus membayar kompensasi listrik kepada PLN.
”Hal itu akibat biaya pokok produksi listrik mengalami kenaikan dan mendongkrak harga keekonomian, sehingga terdapat selisih harga,” katanya
Hendra mencatat, pada kuartal I 2019, besaran kompensasi ditaksir mencapai Rp 8,4 triliun. Pada kuartal II total kompensasi mencapai Rp 13,71 triliun dan pada kuartal III diperkirakan besaran kompensasi mencapai Rp 20,83 triliun.
”Kita lihat di kuartal IV kalau harga listrik membaik (turun) maka kompensasi akan kecil,” ucapnya.
Kendati demikian, PLN sebagai operator tentu bakal patuh kepada keputusan pemerintah. Sebagai operator, PLN tidak bisa menentukan kebijakan tarif listrik karena tidak memiliki kewenangan.
”Jika PLN merugi akibat tidak adanya penyesuaian tarif, akan berdampak juga terhadap keuangan negara. Sebaliknya, jika PLN mendapatkan keuntungan pun, negara yang mendapatkan manfaat,” kata Plt Direktur Utama PLN, Djoko Rahardjo Abumanan.
Menurut Djoko, setiap kebijakan dalam tarif listrik tentunya memiliki konsekuensi tersendiri yang harus ditanggung oleh PLN dan pemerintah.
”PLN dan pemerintah satu kesatuan, tidak bisa dipisahkan. Jadi, ketika PLN merugi maka negara juga harus mendampingi,” pungkasnya. (der/fin)