Menurut Dedi, di kalangan partai politik juga banyak orang-orang profesional. Sebaliknya, di kalangan profesional belum tentu juga dia punya kemampuan dan sesuai harapan.
“Intinya, prefesionalisme tidak diukur oleh partai politik atau bukan partai politik,” tandas Dedi.
Dedi mengakui, koalisi partai sudah terbiasa mengajukan calon menteri. Tradisi itu sudah berlangsung cukup lama. Tapi tetap otoritasinya berada di presiden dan itu hak preogratifnya. Diterima atau ditolak ajuan itu adalah kewenangan presiden.
“Misalnya, ketika partai mengajukan nama-nama, tapi ternyata presiden mengajukan nama lain karena dianggap layak dan mumpuni, ya no problem,” katanya.
Menurut Dedi, pada periode kedua ini presiden sudah tidak punya beban apa pun.
“Pak Jokowi pernah berkata saya tidak punya beban. Artinya Pak Jokowi sangat tulus dalam mengambil keputusan politik,” kata anggota DPR terpilih ini.
Lanjut Dedi, pada periode kedua kepemimpinan Jokowi ini, justru pemerintahan akan berjalan efektif. Sebab, presiden bisa mengambil keputusan bebas tanpa takut menyinggung partai A, partai B dan lainnya.
“Kan, pada periode pertama masih mempertimbangkan orang, takut tersinggung dan lainnya, karena butuh nyalon periode kedua,” katanya.
Dedi berharap presiden yang tanpa beban ini melahirkan postur kabinet yang sesuai harapan publik tanpa terlalu terbebani oleh kepentingan jangka pendek. (yan)