Sampah Kaget

Hanya cukup untuk melistriki satu hotel bintang 3.

Pembangkit gas metan ini sifatnya hanya memanfaatkan sampah. Tidak akan bisa menyelesaikan gunung sampah.

Setiap ada tambahan unit pembangkit listrik harus ditambah lagi sampahnya. Padahal yang diinginkan adalah: mengurangi sampah. Bahkan menghabiskannya.

Maka pembangunan PLTU Sampah di Surabaya itu pilihan yang tepat. Di mana-mana di dunia ya seperti itu. Di kota-kota besarnya.

Sampah itu dibakar.

Panasnya untuk mendidihkan air di boiler: menghasilkan uap. Uap ini dialirkan ke turbin. Diberi tekanan tertentu. Turbin berputar. Memutar generator. Menghasilkan listrik.

Sisa panas masih bisa dimanfaatkan. Jangan dibuang ke langit. Bisa untuk mengeringkan sampah yang akan masuk mulut boiler. Agar bisa cepat terbakar.

Kelemahan pembangkit seperti ini adalah: nilai kalori dari sampah itu rendah sekali. Panas api sampah kurang menggigit. Hanya 1000-1.200 kalori. Bandingkan dengan batu bara. Atau Kaliandra Merah. Yang sekitar 5.000 kalori.

Karena itu di pembangkit seperti ini boilernya harus besar. Harganya lebih mahal. Maka jangan kaget kalau membaca berita media: biaya pembangunan PLTU Sampah yang hanya sebesar 10 MW ini mencapai USD 49 juta. Atau sekitar Rp 700 miliar.

Keterangan USD 49 juta itu datang dari pejabat resmi. Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar. Diucapkan saat mengumumkan dimulainya pembangunan PLTU Sampah Benawo itu. Seperti yang saya baca di media saat itu.

Menurut beliau, proyek yang sama akan dibangun di 10 kota lainnya di Indonesia.

Tentu saja saya juga bertanya dalam hati: mengapa semahal itu. Padahal, menurut media yang sama, PLN akan membeli listrik dari pembangkit itu sebesar USD 17 sen per kWh. Atau sekitar Rp 2.200/kWh.

Dalam hal ini PLN yang harus berkorban. Yang harus membeli listrik begitu mahal. Padahal PLN hanya bisa menjualnya ke masyarakat dengan tarif USD 10 sen per kWh.

Padahal PLN bisa beli dari PLTU batu bara jauh lebih murah. Bisa hanya dengan harga USD 6 sen per kWh (di Jawa).

Maka merencanakan pambangkit listrik dari sampah jangan pernah bicara bisnis. Tujuan utamanya harus ini: menyelesaikan soal sampah. Bukan menghasilkan listriknya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan