Meski begitu, Budi mengatakan tidak ada sanksi dari Kemenhub jika penetapan ini dilanggar, karena Permenhub No.12 Tahun 2019 sendiri tidak mengatur adanya sanksi itu.
“Silahkan ada promo tapi tak boleh melanggar yang sudah ditetapkan, kalau menyangkut masalah pelanggaran dan sanksinya, kita kerjasama dengan KPPU jadi kalau bicara sanksi ranahnya KPPU sebagai pengawas, karena dalam regulasi tidak ada sanksi,” tutur Budi.
Terpisah, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyambut baik peran pemerintah dalam penetapan tarif ojol ini. Menurutnya, dengan campur tangan pemerintah ini, ada upaya perlindungan terhadap konsumen dan pengemudi ojol itu sendiri.
“Tarif ojek online memang harus di intervensi oleh pemerintah, karena selama ini tarifnya 100% ditentukan oleh aplikator, harapannya dengan campur tangan pemerintah ada perlindungan bagi konsumen dan driver, karena sebelumnya tidak ada diatur pemerintah,” kata Tulus kepada Fajar Indonesia Network (FIN).
Tulus menilai pemerintah sudah adil dalam penetapan angka-angka dan zona-zona itu, karena zona itu tidak pas bila tarif akarta jdan tarif di luar Jakarta disamakan, sehingga menurutnya memang perlu ada perbedaan tarif.
Namun menurutnya, persoalan tarif itu memberatkan atau tidak menurutnya hal tersebut akan diuji melalui penilaian konsumen secara langsung.
“Kalau memang terlalu mahal saya kira konsumen akan memilih transportasi umum lainnya bahkan mungkin pindah ke kendaraan pribadi. Saya kira ini nanti harus dievaluasi bagaimana besaran tarif ini, kalau terlalu mahal ya akan mematikan sendiri bagi driver dan aplikator ditinggalkan oleh konsumen meski harga tersebut sudah disepakati oleh pihak-pihak yang berkepentingan walau saya lihat aplikatornya masih seperti keberatan karena dinilai terlalu mahal,” pungkasnya.(ibl/din/fin)