BANDUNG – Pengaruh negatif gawai terhadap anak dibawah umur harus menjadi perhatian penting para orang tua. Sebab, jika prilaku ini dibiarkan maka resikonya mempengaruhi kematangan emosianal anak itu sendiri.
Psikolog sekaligus Pendidik Anak Usia Dini Yolanda van Pamelen mengatakan, para orang tua harus memiliki trik jitu agar teknologi bisa dimanfaatkan dengan baik oleh anak. Sebab, yang terjadi saat ini malah menjauhkan manusia dengan manusia dalam bersosialisasi.
Dia menilai, kebablasan mengakses gadget dapat mempengaruhi emosional. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab si anak kesulitan belajar dan sukar menemukan jati dirinya yang didapat digali lewat bersosialisasi.
“Karena anak lebih suka gadget daripada mereka harus melakukan seperti baca buku atau bermain dengan temannya,” ujar Yolanda dalam kegiatan Parent Workshop and Fun Activities For Children dengan tema ‘Guiding Children With Learning Difficulties’ di Kota Bandung, Kemarin (24/3).
Menurut Yolanda, gadget ibarat dua sisi mata pisau. Sisi negatifnya, membuat anak tumbuh dengan tidak memiliki rasa empati dan malas mencerna pelajaran. Di sisi lain, seorang anak pun akan tertinggal bilamana tidak menguasai teknologi dan informasi.
“Kesulitan belajar ada hubungannya dengan gadget, tapi kalau kita pintar mengatasinya punya trik pasti otomatis anak bisa lebih dimaksimalkan dengan cara gadget itu,” katanya.
Yolanda sampaikan, triknya adalah orang tua harus memiliki ketegasan dalam membuat peraturan. Misalnya, memberlakukan aturan kapan harus mengakses gadget, bermain dan belajar.
Namun permasalahan pun terkadang hadir dari si orang tua sendiri yang tak konsisten menerapkan aturan. Atau, tetap mengakses gadget di depan sang anak.
“Kalau saya sih saranin dalam satu hari sepuluh menit itu sudah cukup. Lebih bagus sih hari Sabtu atau Minggu saja anak boleh pegang gadget,” ucapnya.
Yolanda kembali sampaikan, orang yang kecanduan pada gadget biasanya memiliki masalah dalam bersosialiasi. Sehingga, cenderung sibuk dengan dirinya sendiri dan tidak punya rasa empati kepada orang lainnya. Juga, tidak mengetahui caranya mengungkapkan apa yang dipikirkan dengan tepat.
“Kadang-kadang mereka jadi lebih sering marah, nangis, ngamuk. Itu makanya yang terjadi sekrang sekarang ini. Banyak anak dari kecil pada akhirnya merusak barang temennya,” katanya.