Oman

Transitnya tidak lagi hanya bisa di Dubai. Atau Abu Dhabi. Atau Doha, Qatar. Sudah ada pilihan lain: transit di Muscat.

Pesawatnya juga tidak hanya Emirates, Etihad atau Qatar Airways. Kini sudah ada Oman Air.

Oman, Emirat, Qatar adalah tiga negara kecil bertetangga. Kini ada empat penerbangan raksasa dari tiga negara itu. Semua menghubungkan Indonesia-Mekkah. Atau Indonesia-Eropa. Sama saja: transit di Doha, Dubai, Abu Dhabi atau Muscat.

Sebagai pendatang baru Oman Air tahu bagaimana harus merebut pasar: yang lain pakai Boeing 777. Oman pakai 787 Dreamliner. Jarak antar kursinya lebih longgar. Beberapa centimeter. Kelas bisnisnya juga seperti first class.

Harganya pun lebih murah.

Boeing 787 Dreamliner yang digunakan Oman Air.

Saya juga bertemu dua anak muda Jakarta. Yang bekerja di perusahaan minyak di Dammam, Saudi Arabia. Ia juga selalu lewat Muscat. Dengan pertimbangan harga tadi.

Tiba di Muscat saya langsung ingin bernostalgia. Ke hotel Intercontinental. “Masih ada. Masih bagus,” kata sopir saya.

Benar.

Saya langsung mengenali bangunannya. Tidak berubah. Hanya lingkungannya yang tidak sama lagi. Sudah banyak toko dan restoran di sekitarnya. Sudah jadi kota. Sudah beda dengan 40 tahun lalu. Hotel ini dulunya seperti sendirian di padang pasir.

Saat memasuki Intercontinental saya malu mengingat masa lalu. Yang beberapa keju di hotel ini saya bawa pulang. Itulah untuk pertama kalinya saya melihat keju. Tidak berani memakannya. Rasanya aneh. Akan saya tunjukkan ke istri: seperti inilah makanan di hotel bintang lima.

Saya juga malu dengan wartawan-wartawati bule dari Eropa. Yang bahasa Arabnya luar biasa. Padahal mereka bukan Islam.

Untuk mencapai hotel ini saya minta dilewatkan Souk. Pasar tradisional. Jualan utamanya ikan. Di pinggir pantai.

Ternyata juga sudah jadi pasar modern. Meski yang dijual tetap ikan. Dulu saya heran: yang belanja di pasar itu kok semua laki-laki. Dari situlah saya baru tahu budaya Arab: wanita tidak ke pasar.

Sebenarnya saya tidak ingin ke Oman. Teman sayalah yang memprovokasi. Ia orang Oman. Kelahiran Lebanon. Bertemu saat saya ke Beirut yang lalu. Ia eksekutif di perusahaan telkom: Oredoo.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan