Menurut dia, dalam sistem demokrasi Indonesia yaitu “one man one vote”, maka satu suara masyarakat sangat berharga sehingga harus dikawal agar kedaulatan pemilih tetap terjaga.
“Berbagai macam indikasi menunjukkan penyelenggara pemilu mudah sekali diintervensi dan disetir ke kanan atau ke kiri. Karena itu harus dikawal suara rakyat yang menentukan nasib masa depan Indonesia,” ujarnya.
Dia mencontohkan Pemilu di India, dengan 844 juta pemilih menggunakan pemilihan elektronik, namun tidak ada yang dispute karena semua pihak percaya bahwa penyelenggara pemilu tidak mungkin berbohong dengan sistem tersebut.
Namun, dia menilai kultur seperti di India itu tidak dibangun di Indonesia yaitu sebuah kepercayaan publik dari penyelenggara pemilu sehingga menyebabkan kegagalan menciptakan penyelenggara demokrasi yang adil. (khf/ful/fin)