NGAMPRAH – Sejak Pengadilan Agama (PA) Ngamprah resmi berdiri pada November 2018 lalu, tercatat ratusan perempuan berstatus janda baru di Kabupaten Bandung Barat terus bermunculan. Hal itu diketahui berdasarkan jumlah kasus perceraian yang sudah diputuskan PA Ngamprah.
Humas PA Ngamprah Ahmad Hodri menyebutkan, secara total dari sejak berdiri hingga bulan ini tercatat ada 809 perkara yang masuk ke PA Ngamprah. Itu terdiri atas 266 perkara limpahan tahun lalu ditambah 543 perkara baru tahun ini.
“Dari total perkara yang kami terima, baru 393 perkara yang sudah diputuskan. Dari banyak perkara yang diajukan warga, sekitar 70 persen adalah perkara cerai gugat,” kata Hodri kepada Jabar Ekspres, Jumat (22/2).
Hodri menjelaskan, kasus cerai gugat banyak diajukan warga selatan KBB, seperti Cililin, Sindangkerta, Cipongkor, Gununghalu, dan Rongga. Penyebabnya utamanya dari faktor ekonomi, perselisihan rumah tangga, hingga adanya pihak ketiga. “Kalau kita saksikan di persidangan justru persoalan perceraian ini justru hal sepele di dalam rumah tangga. Namun memilih untuk mengajukan cerai ke pengadilan,” katanya.
Hodri mengungkapkan, setiap hari tercatat ada sekitar 50 perkara masuk ke PA Ngamprah. Pemutusan perkara membutuhkan waktu sekitar 1 hingga 2 bulan, bergantung sikap kooperatif dari warga yang mengajukan perkara tersebut.
Hodri juga mengungkapkan, upaya mediasi yang dilakukan PA Ngamprah cukup sulit jika pasutri mengedepankan emosi. Biasanya, hal itu terjadi pada pasangan dengan latar belakang pendidikan dan ekonomi yang terbilang minim.
“Yang mengajukan cerai gugat pendidikannya SMP ke bawah, sedangkan pekerjaan suaminya kebanyakan buruh lepas. Untuk usia pasutri yang bercerai sekitar 40 tahun dengan usia perkawinan 5 sampai 10 tahun,” tandasnya. (drx)