JAKARTA– Pada debat putaran kedua capres, Minggu (17/2), publik dikejutkan oleh pernyatan capres nomor urut 01, Joko Widodo. Ia mengungkapkan besaran areal lahan yang dimiliki oleh capres 02 Prabowo Subianto. Dalam keteranganya, Ketua Umum Gerindra ini menguasai 220 ribu hektare di Kalimantan Timur dan 120 ribu hektare di Aceh. Dalam kesempatan yang sama, Prabowo ikut mengamini pernyataan tersebut, meski lahan tersebut berstatus milik negara dengan status Hak Guna Usaha (HGU).
Dari perdebatan capres ini, informasi HGU bak viral yang terus digoreng dalam kancah politik yang besar. Dari satu pendukung memberi pembenaran adanya HGU, namun di sisi lain, besarnya HGU yang dimiliki sebagai keserakahan menguasai lahan yang harusnya diperuntukan bagi penggarap. Pembicaraan mengenai HGU menjadi sorotan tiga Lembaga Swadaya Masyarakat bidang lingkungan. Forest Watch Indonesia (FWI), Greenpeace Indonesia, dan Indonesian Center of Environmental Law (ICEL). Mereka meminta persoalan HGU tak menjadi dagangan politik.
Manajer Kampanye dan Intervensi Kebijakan Forest Watch Indonesia Mufti Barri mengungkapkan kejadian tersebut sebagai ironi. Sentilan informasi yang dikeluarkan oleh capres nomor urut satu adalah sebuah ironi dimana informasi yang seharusnya dibuka untuk publik, yang sebelumnya selalu ditutup-tutupi, tapi malah dibuka dalam panggung debat antar capres sebagai bagian dari upaya melanggengkan kekuasaan,” jelasnya.
Dijelaskanya, apresiasi bisa diberikan oleh publik ketika Peraturan Menteri No. 7 Tahun 2017 Pasal 61 memasukkan putusan pengadilan atas informasi HGU yang secara utuh terbuka bagi publik, sebagai bentuk perubahan kebijakan yang mengarah pada tata kelola sumber daya alam yang lebih terbuka. Namun ketika implementasinya berbanding terbalik, apresiasi tidak layak lagi diberikan. Kenyataannya, produk kebijakan tersebut dilanggar oleh pembuat kebijakan itu sendiri.
Bagi Direktur Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Henri Subagiyo,sikap capres nomor urut 01 Joko Widodo terkesan abai terkait kerja para bawahanya di Kementerian Agraria dan Tata Ruang dan Kantor Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Selama ini, kementerian masih mengklasifikasikan HGU sebagai informasi rahasia, sementara di saat debat pilpres, catatan ini menjadi senjata pamungkas.