Jokowi Dilaporkan ke Bawaslu

Reforma agraria menjadi sorotan penting pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam de­bat calon presiden (capres) pada Minggu (17/2) malam, capres 01 Jokowi sempat me­nyinggung kelanjutan reforma agraria untuk menyejahtera­kan masyarakat.

Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menjelaskan, reforma agraria merupakan suatu upaya kor­ektif untuk menata ulang struktur agraria yang timpang. Sebab, struktur yang timpang itu memungkinkan eksploita­si manusia atas manusia.

Jokowi, kata Henry, ingin menuju tatanan baru dengan struktur yang bersendi ke­pada keadilan agraria. Keadi­lan agraria itu sendiri, Henry menjelaskan, adalah suatu keadaan di mana tidak ada konsentrasi berlebihan dalam penguasaan dan pemanfaatan atas sumber-sumber agraria pada segelintir orang.

Reforma Agraria merupakan mandat dari Pasal 33 UUD 1945 yang kemudian dituang­kan ke dalam UU Pokok Agra­ria Nomor 5 Tahun 1960. Henry melanjutkan, selama masa kepemimpinannya, Jo­kowi telah melaksanakan kebijakan reforma agraria.

Melalui kebijakan itu, pemerin­tahan telah mendistribusikan lahan ke petani kecil dan masy­arakat adat. Dia bilang, Jokowi akan terus melanjutkan kebija­kan tersebut pada masa pemerin­tahannya yang akan datang.

”Selain redistribusi lahan, hal lain yang perlu dicatat bahwa pemerintahan Jokowi tidak ada menerbitkan izin-izin penggunaan lahan baru bagi perusahaan-perusahaan besar. Hal ini berbeda jauh dari pemerintahan-pemerin­tahan sebelumnya yang ‘mu­rah hati’’terhadap perusaha­an-perusahaan tersebut,” ujarnya melalui keterangan tertulis seperti dikutip di Ja­waPos.com, Senin (18/2).

Dia pun menilai capres 01 Prabowo Subianto sepertinya tidak memiliki perhatian be­sar terhadap pelaksanaan reforma agraria. Selain tidak punya konsep yang jelas atau mengambang tentang re­forma agraria, penguasaan luas lahan Prabowo sendiri jumlahnya sangat besar.

Seperti yang disebutkan Jokowi dalam debat semalam, Prabowo memiliki lahan total 340.000 hek­tare di Kalimantan Timur dan Aceh Tengah. Jumlah itu tentunya ber­banding jauh dengan kepemilikan tanah mayoritas masyarakat In­donesia yang jumlahnya di bawah 0,5 hektare.

”Bagaimana Prabowo akan melakukan reforma agraria jika ia sendiri adalah salah satu orang yang menguasai ratusan ribu hektare tanah di berbagai wilayah di Indonesia, yang justru menyebabkan ketimpangan kepenguasaan agraria?” tanya Henry.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan