JAKARTA – Kualitas lembaga pendidikan ditentukan oleh guru yang mengajar disana. Jika guru-guru yang mengajar memiliki kemampuan yang berkompeten, maka lembaga pendidikan tersebut mendapat kualitas yang sama.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Totok Suprayitno mengatakan, guru harus kreatif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.
Contohnya, untuk soal Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) jangan hanya mengikuti soal Ujian Nasional (UN) yang pilihan ganda.
Menurutnya, jika UN hanya layaknya thermometer yang mengukur suhu badan keseluruhan, sementara USBN lebih detail untuk mengetahui kondisi tubuh seseorangan.
“Guru harus kreatif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran siswanya di kelas,” ujar Totok di Jakarta, Kamis (14/2)
Totok mengusulkan, pada USBN, guru harus memberikan soal yang mendetail dan lebih banyak esai dibandingkan pilihan ganda. Hal ini dilakukan untuk memancing logika anak.
“Kalau semua soal ujian di sekolah seperti UN, maka rusak sistem pembelajarannya, karena anak terbiasa menjawab a,b,c, dan d saja,” tuturnya.
Totok menjelaskan, untuk mengukur kemampuan siswa, maka ada tiga tingkatan yakni untuk level kelas dengan USBN, kemudian level nasional dengan UN dan level internasional yakni Programme for International Student Assessment (PISA).
Menurut Totok, peringkat PISA untuk Indonesia dari tahun ke tahun tidak mengalami peningkatan signifikan. Hal ini dikarenakan, kualitas pendidikan yang tidak mengalami peningkatan yang berarti.
“Lakukan perubahan dalam proses pembelajaran yang bermuara pada peningkatan kualitas pendidikan. Tidak tergantung pada sarana dan prasarana yang ada, melainkan bagaimana berkreasi dengan sumber daya yang ada di sekitarnya,” jelasnya.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Supriano mengatakan pihaknya sedang membenahi pembelajaran yang ada di kelas. Menurutnya, untuk masalah konten atau materi pembelajaran guru-guru Indonesia tidak perlu diragukan lagi.
“Memang masih menjadi kendala adalah prosesnya sehingga menjadikan kelas menyenangkan, siswa berpatisipasi aktif dan mampu mengungkapkan keinginannya,” katanya.
Perbaikan proses pembelajaran tersebut dilakukan melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dan juga sistem zonasi. Untuk persentase peningkatan proses pembelajaran terdiri dari 70 persen pedagogik dan 30 persen konten atau materi pelajaran. (der/fin)