Edy menjabat Ketua Umum PSSI sejak 10 November 2016, menggantikan La Nyalla Mattalitti.
Ucapan mundur yang dilontarkan gubernur Sumatera Utara itu jelas berbanding terbalik dengan perkataannya pada malam sebelum kongres tahunan PSSI dimulai, yakni pada Sabtu (19/1). Jawa Pos yang sudah mendengar adanya desakan agar Edy mundur sempat menanyainya ketika gala dinner. “Masa saya tinggalkan PSSI saat sedang morat-marit? Kan tidak manusiawi. Saya tidak akan mundur,” tegasnya saat itu.
Nyatanya, ucapan tersebut tidak terbukti. Mantan Pangkostrad itu malah meninggalkan PSSI di tengah sergapan isu pengaturan skor yang menjerat beberapa petingginya.
Edy sadar pernah berjanji tidak akan mundur. Karena itu, pria 57 tahun tersebut menegaskan kepada Jawa Pos seusai kongres bahwa dirinya bukan kalah dan menyerah dalam kasus yang menjerat PSSI. Dirinya justru mundur karena merasa sudah tidak dihargai anggota PSSI.
Salah satu contohnya tersaji dalam acara gala dinner. Dia sudah meminta Wakil Ketua Umum PSSI Joko Driyono agar voters hadir dalam acara ramah-tamah itu. Dia ingin mengobrol banyak hal sebelum kongres diselenggarakan.
Nyatanya, dari 85 voter, tak sampai 20 orang yang datang. Bahkan, hanya tiga perwakilan klub-klub kasta teratas (Liga 1) yang menampakkan batang hidungnya. Yakni perwakilan Persebaya Surabaya, Bhayangkara FC, dan Semen Padang. “Lalu saya kumpulkan exco (kemarin pagi, Red). Makanya, hari ini (kemarin) saya putuskan,” katanya.
Edy Rahmayadi tidak ingin disebut mentang-mentang dengan jabatannya sebagai Gubernur Sumatera Utara. “Saya lakukan ini dalam kondisi sehat. Bertanggung jawablah kalian sekarang,” ucap dia. (jpc)