JAKARTA – Besarnya tekanan publik mulai membuat Komisi Pemilihan Umum (KPU) melunak. Langkah perbaikan mulai digagas satu demi satu. Dari, sisi jam tayang, sampai penghentian bocoran soal dalam debat kedua yang akan berangsung, di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2) mendatang.
Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengakui tingginya ekspetasi publik begitu tinggi. Baik dari sisi tema yang diusung, problem dan solusi yang diangkat, sampai gestur tubuh pasangan calon.
”Masukan dari publik kita tampung. Debat kedua yang mengusung tema energi, pangan, sumber daya alam dan lingkungan hidup akan berbeda. Ekpestasi publik sudah kita tangkap, baik soal waktu yang terlalu larut sampai penghentian bocoran,” terang Wahyu, kemarin (20/1).
Secara internal, lanjut dia KPU terus melakukan evaluasi menyeluruh. Terkait format dan mekanisme debat untuk perbaikan di edisi berikutnya. ”Yang paling disorot ya soal kisi-kisi pertanyaan. Ini yang kita tidak berikan lagi,” imbuhnya.
Perbaikan-perbaikan lainnya akan terus dibahas agar pelaksanaan debat kedua 17 Februari mendatang nisa memenuhi ekspektasi semua pihak. ”Tentu KPU RI atas kritik dan saran dari masyarakat. Kita juga menginginkan esensi dari debat itu tersaring, dan punya nilai plus bagi publik,” tambah mantan Komisioner KPU Jawa Tengah itu.
Terpisah, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini juga mengingatkan KPU agar lebih konsisten dalam peraturan perundangan. UU pemilu hanya mewajibkan KPU meminta pertimbangan paslon dalam menunjuk moderator. Selebihnya merupakan otoritas KPU sebagai penyelenggara.
Karena itu, dia menyarankan KPU menyiapkan debat seperti menyiapkan PKPU. Konsep debat secara matang dibuat oleh KPU tanpa intervensi paslon. Kemudian, terhadap konsep tersebut dilakukan uji publik. ”Di situlah KPU akan mendapat masukan. Tetapi tetap saja, pengambil keputusan,” ujarnya.
Kemudian, KPU jangan lagi mengambil panelis dari usulan kandidat. Itu akan menimbulkan kesan ada hubungan politik antara panelis dengan kandidat. KPU, lanjut Titi, harus menunjukkan otoritasnya sebagai penyelenggara dengan memutuskan sendiri siapa panelis debat.
Selain itu, tidak perlu ada kisi-kisi pertanyaan yang diberitahukan. Pertanyaan itu harus merupakan hasil pendalaman panelis dan barus disampaikan saat debat. ”Untuk melihat respons orisinal atau otentik dari pasangan calon,” jelas perempuan kelahiran Palembang itu.