Pemeriksaan ketiga dilakukan seminggu kemudian, yakni pada 22 November kemarin. Kala itu, KPK memeriksa Gatot Rachmanto dalam kapasitasnya sebagai tersangka. Akan tetapi, hingga hari ini KPK belum memanggil kembali saksi maupun tersangka untuk dimintai keterangan guna melengkapi berkas perkara.
Terkait hal tersebut, kata Saut, KPK memiliki alasan tersendiri. Yakni, proses penyidikan yang dilakukan dengan hati-hati. Sehingga, penanganan kasus tersebut terkesan lambat, pun belum ditetapkannya pihak-pihak lain yang diduga ikut terlibat.
Penyidikan itu secara formil dan materil harus dilakukan secara prudent (hati-hati). ”Lambatlaun semuanya akan jelas,” tukas Saut.
Hingga saat ini, KPK telah menetapkan dua tersangka dalam kasus tersebut. Yaitu, Bupati Cirebon periode 2014-2029 Sunjaya Purwadisastra dan Sekretaris Dinas PUPR Gatot Rachmanto. Keduanya diamankan saat operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar KPK di Cirebon, Jawa Barat, pada 24 Oktober 2018 lalu.
Sunjaya diduga menerima aliran dana dari Gatot sebesar Rp100 juta. Uang tersebut diduga sebagai imbalan atas mutasi dan pelantikan Gatot. Alasannya, sebagai tanda terima kasih Gatot kepada Sunjata. Dana diserahkan usai Gatot dilantik Sunjaya sebagai Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Cirebon.
Selain itu, KPK juga mengamankan sejumlah bukti saat operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan pada 24 Oktober 2018 lalu. Yakni, uang sebesar Rp 385.965.000 dengan rincian, Rp116 juta dalam pecahan seratus ribu, serta Rp 269.965.000 dalam pecahan lima puluh ribu. Bukti ini yang menjadi dugaan dasar bahwa ada gratifikasi selain yang diberikan Gatot kepada Sunjaya.
Atas perbuatannya, Sunjaya selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, Gatot sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.