Dalam konteks bangsa kita akhir-akhir ini, indikasi terjadinya degradasi nilai dalam ruang-ruang publik telah mencapai puncaknya. Ini adalah semacam fenomena gunung es. Kekerasan fisik karena motif sakit hati dan ekonomis, perilaku korupsi para pejabat, informasi hoax yang membabi buta, pertengkaran di ruang-ruang publik oleh para politisi, minimnya role model dan sikap merasa bersalah politisi menjadi indikasi awal terjadinya degradasi nilai dalam lingkup sosial.
Terjadinya degradasi nilai bukan tanpa sebab. Bangsa kita yang selama ini gigih membangun di segala aspek demi mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain, ternyata mengalami kekeroposan. Kita keropos dalam hal internalisasi nilai-nilai luhur, nilai agama dan nilai kemanusiaan dalam hidup bersama. Secara ringkas penulis memberikan catatan yang menjadi penyebab terjadinya degradasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai berikut.
Pertama, hancurnya fondasinilai-nilai kemanusiaan (memperlakukan orang lain sebagai sesama, mengasihi sesama, menolong, rasa memiliki, rendah hati, solidaritas, dll) dan digantikan oleh motif ekonomis yang menjadikan manusia sebagai sarana dan alat produksi yang dapat diukur dengan nilai nominal uang. Akibatnya, orang menjadi serakah demi mengejar kekayaan sebanyak-banyaknya 9motif ekonomis) termasuk menghalalkan segala cara dengan menginjak-injak nilai-nilai kemanusiaan untuk tujuan ekonomi.Kedua, hancurnya fondasi hidup keluarga(keimanan dan ketakwaan, saling mencintai, kebersamaan, komunikasi, perhatian, dll) dan digantikan oleh sikap individualisme yang melanda keluarga-keluarga modern.
Anggota keluarga sibuk berkelana di medsos, main gadge daripada mengajarkan anak-anak perihal keimanan dan ketakwaan, membangun kasih dan memberikan perhatian. Anak-anak kehilangan jati diri dan kehilangan standar moral dalam berperilaku.Ketiga, minimnya keteladananhidup. Sebagian orang dewasa, pejabat, politisi kurang memberikan keteladanan hidup dalam berpikir dan berperilaku kepada generasi muda. Ruang-ruang publik didominasi perilaku koruptif, sikap anarkis, pertengkaran/adu mulut, hoax, dll.
Perilaku ini menjadi standar moral untuk anak-anak muda dan mereka meniru apa yang mereka lihat
Keempat,Relativisme terhadap norma-norma hukum. Sebagian masyarakat kurang respek dan abai terhadap aturan hukum. Mereka merasa hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Hukum hanya berpihak kepada kaum the have dan tegas kepada orang-orang miskin, kelompok marginal. Akibatnya mereka bertindak sekehendak hati, tanpa merasa takut untuk berperilaku korup dan berbuat kejahatan.