Mulai Menulis Usia 45, Terbitkan 9 Buku dalam 2 Tahun

”Halangan pertamanya, ide. Kedua, takut salah menem­patkan titik dan koma. Ke­mudian, kata kerja dan me­nerangkan tempat. Urusan salah mah belakangan. Yang penting idenya dulu ditulis,” urainya.

Dia menilai, persoalan titik koma akan terkikis oleh self editing. Sebab, seseorang yang sungguh-sungguh akan sadar akan kesalahannya jika mem­baca kembali lembaran yang dia tulis.

Tak lupa, dia pun selalu ber­diskusi dan meminta peni­laian yang objektif prihal setiap buku yang akan diter­bitkan. Ketika mendapatkan kritik, dia tidak mutung. Dia catat, lalu diperbaiki.

Dan kini, dalam dua tahun, lebih dari sembilan buku yang sudah diterbitkan oleh istri dari Suhendar, pekerja swas­ta itu. Beberapa di antaranya merupakan naskah kedinasan yang tidak di-publish untuk umum. Salah satunya yang dilampirkan dalam portofolio persyaratan penghargaan.

Dua tahun aktivitas ini juga yang membuatnya dipanggil ke Istana untuk mendapatkan Satya Lencana Pendidikan Berprestasi dari Presiden, Sabtu (25/11) mendatang. Nia menjadi satu dari 22 orang finalis se-Indonesia yang di­panggil Presiden Joko Wi­dodo setelah pada 1 Novem­ber lalu diterbitkan dalam Keputusan Presiden nomor: 120/tk/Tahun 2018. Salah satu syaratnya, pernah menda­patkan penghargaan setingkat menteri.

”Penghargaan tersebut di­berikan setelah melihat por­tofolio peserta. Jadi tidak bermodal satu sertifikat dari menteri (dari OGN 2016, red). Yang dinilai justru apa yang kita lakukan setelah kita juara,” tuturnya.

Makanya, dia pun sungkan menularkan ilmunya kepada teman-temannya di sekolah. Digoda, ditantang, dijejali virus menulis itu gampang.

Nia tidak percaya dengan bakat. Apalagi yang diturun­kan. Menulis, bagi dia hanya keterampilan. Semakin diasah makin tajam. (rie)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan