JAKARTA – Kementerian Pemuda dan Olahraga memastikan bakal mengirim atlet-atlet pelapis dan junior untuk berlaga di SEA Games 2019 di Filipina. Selain untuk menambah jam terbang para atlet tersebut, Kemenpora punya alasan lain.
Sekretaris Menpora Gatot Dewa Broto pada Selasa (20/11) mengatakan, hal ini dilakukan untuk menghindari beragam stigma negatif dari masyarakat pasca pencapaian yang cukup baik di Asian Games 2018 bulan Agustus lalu. Bertengger di posisi keempat di bawah Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan yang notabene bukan negara Asia Tenggara, ekspektasi menjadi juara umum pun tentunya sangat tinggi.
Namun, hal ini bisa menjadi bumerang apabila para atlet utama yang diturunkan nanti justru tidak tampil dengan baik. Hal ini sebetulnya pernah terjadi di SEA Games 2017 lalu di mana beberapa atlet potensial juara tidak membawa pulang medali emas. Alhasil, Indonesia cuma sanggup bertengger di posisi 5 di bawah Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Singapura dengan 38 emas, 63 perak, dan 90 perunggu.
“Kalau menerjunkan elit tiba-tiba hasilnya jeblok, siapa yang dapat stigma negatif? Nggak mungkin cabornya, tapi Kemenpora. Karena publik pasti akan menilainya kita bisa sapu bersih medali emas karena Asian Games kemarin hasilnya bagus,” ujar Gatot.
Gatot menambahkan, hal ini bukan karena Kemenpora tidak yakin kepada para atlet utama, namun lebih kepada peta persaingan yang belum bisa terbaca di Filipina nanti. Menurut Gatot, sebagai tuan rumah, Filipina punya hak menentukan cabang olahraga apa saja yang akan dipertandingkan. Cabang yang dipilih, kata Gatot, tentu adalah cabang yang berpotensi mendatangkan emas untuk tuan rumah.
Makanya, Gatot kembali menegaskan bahwa tidak ada jaminan Indonesia bakal menjadi juara umum sekalipun yang diturunkan adalah para pemain elit.
“Di SEA Games itu medan laga pertarungannya itu agak beda. Cabornya saja sudah berbeda, yang dipertandingkan hanya 30. Hak tuan rumah tinggi. Number of event-nya beda,” kata Gatot.(isa/JPC)