SEKOLAH Jabar Juara dinilai sebagai solusi untuk mendorong Angka Partisipasi Kasar (APK). Mampukah Dinas Pendidikan Jawa Barat menghadapi beragam rintangan?
***
Tahun ini, Dinas Pendidikan Jawa Barat menargetkan bisa menyerap 39 ribu siswa yang masuk dalam Sekolah Jabar Juara. Meski serapan saat ini masih jauh dari target yaitu 15 ribu siswa.
Banyak faktor yang mendoro minimnya angka partisipasi tersebut. Untuk diketahui, angka kelulusan Sekolah Dasar hingga saat ini sangat besar. Tapi sayangnya, ketika siswa SD lulus, lulusan tidak semuanya tertampung. Walhasil banyak siswa putus sekolah.
Sebagai gambaran, data Dinas Pendidikan Jawa Barat 2015/2016 melansir, jumlah sekolah SD negeri mencapai 18.266 unit. Jumlah itu ditambah dengan swasta dengan 1.649 unit.
Sebagai perbandingan, berdasarkan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) Sekolah Dasar (SD) Provinsi Jawa Barat 2016/2017 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diketahui jumlah SD 19.793 dengan siswa baru 745.164 dan 4.516.574 yang bersekolah. Sedangkan jumlah KS dan guru diketahui hanya 213.794 dengan total lulusan SD mencapai 799.818 per tahun.
Sedangkan, jumlah gedung SMP yang dilansir Dinas Pendidikan Jawa Barat mencapai 1.954 unit SMP Negeri dan 2.913 SMP Swasta. Sedangkan, Data Pokok Pendidikan (Dapodik) Sekolah Menengah Pertama Jawa Barat 2016/2017 versi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diketahui jumlah sekolah mencapai 4.878 unit dengan 607.099 siswa baru tiap tahunnya. Dengan data yang sama, jumlah siswa tercatat 1.801.954 dengan kelulusan mencapai 585.506 pertahunnya.
Menyikapi rendahnya serapan angka kelulusan pendidikan menengah, Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Ahmad Hadadi menilai, Dinas Pendidikan Jawa Barat memang harus lebih aktif dalam menyisir siswa yang putus sekolah atau tidak melanjutkan sekolah. Padahal, mereka tidak dibebankan biaya pendaftaran alias gratis.
Hadadi mengungkapkan, Sekolah Jabar Juara merupakan upgrade dari SMP terbuka, atau jenjang menengah SMA Terbuka. Untuk SMK, Sekolah Jarak Jauh.
Program ini diproritaskan untuk anak yang tidak bisa sekolah pada umumnya. Mulai dari faktor kekurangan biaya, harus bekerja membantu orangtua. Sehingga tidak ada waktu untuk sekolah.
Faktor selanjutnya, geografis karena tidak ada sekolah di dekat rumahnya. Yang tidak kalah penting program ini untuk menampung pelajar dengan aktivitas lain yang menuntut, seperti atlet dan artis.