Ifa tidak memungkiri, akan butuh masukan yang melibatkan semua unsur masyarakat di 27 kabupaten/kota. Ini sebagai upaya mempelajari kekuatan dari kearifan lokal masing-masing wilayah Budaya yang berbeda.
”Jika untuk ditarik benang merah, spiritual, sosial, budaya apa yang menjadi kebajikan universal bersama yang disepakati sebagai identitas bersama sebagai orang Jawa Barat,” tuturnya.
Di Bandung, para pelajar familiar dengan hari khusus setiap pekannya. Salah satunya Rebo Nyunda, lengkap dengan atribut khas Sunda. Lantas apa hal itu juga akan sama diterapkan di Jabar Masagi?
Bagi psikolog yang pernah meluncurkan buku Dahsyatnya Sidik Jari itu, atribut sebenarnya hanya simbol untuk memudahkan agar dikenali. Namun, yang lebih penting adalah bagaimana nilai-nilai dalam atribut budaya itu dapat diwujudkan dalam perilaku positif sehari-hari. Terlepas apakah akan dilakukan di hari tertentu atau tidak.
Alasannya, pendidikan karakter adalah proses olah rasa dan jiwa mengalami menjadi manusia seutuhnya. Dari sisi pendekatan psikologi, kata dia, butuh waktu lama untuk menerapkan pendidikan karakter.
”Jadi bukan menjadi seremoni memiliki hari khusus tertentu. Tapi tiap hari adalah proses pembiasaan mengalami pendidikan nilai-nilai menjadi manusia yang Masagi,” tegasnya.
Dia menegaskan, program Bandung Masagi tidak otomatis sama dengan Jabar Masagi. Persamaannya adalah pada filosofi ”Masagi”nya. Yaitu bagaimana berproses menjadi manusia yang memiliki pribadi yang kokoh, ajeg atau seimbang dalam berpikir, merasa, dan bertindak.
Yang berbeda terletak pada keragamannya. Jabar Masagi menjadikan budaya lokal yang beragam adalah pondasi yang harus diletakkan di awal. Sebab, menyangkut identitas dan warisan sejarah yang melekat pada kearifan lokal masing-masing wilayah.
Dengan kata lain, budaya dan kondisi alam di tiap wilayah yang berbeda memunculkan berbagai macam kekuatan identitas lokal yang kaya dan beragam. Dan itulah landasan Jabar Masagi mengapresiasi semua karakteristik budaya lokal yang berbeda-beda, namun satu dalam tujuan mengembalikan lagi pendidikan sebagai bagian dari kebudayaan untuk menumbuhkan generasi muda di Jawa Barat.
”Dengan Jabar Masagi ini, Gubernur Jawa Barat berharap, pelajar memiliki adab dalam menjunjung nilai-nilai etika dasar terhadap manusia dan alam, kemanusiaan, kebangsaan, toleransi, keadilan, gotong royong, kesetaraan. Jadi program tidak harus dikunci jumlahnya. Sebab, harus ada proses dialog disesuaikan dengan kebutuhan terbaik untuk anak,” tuturnya.