BANDUNG – Program-program pembangunan di Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung sepertinya akan terganggu. Sebab, pengajuan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2018 ditolak oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Wakil Ketua DPRD Kota Bandung Haru Suandaru mengatakan, ditolaknya APBD Perubahan 2018 disebabkan terjadi keterlambatan dalam pengesahan di dewan. Sehingga, berdasarkan batas waktu yang ditentukan hingga 23 September, Pemkot baru mengajukannya pada 14 Oktober.
Haru menuturkan, keterlambatan pengajuan APBD Perubahan 2018 terjadi karena proses pembahasan memakan waktu. Serti pada Kebijakan Umun Perubahan Anggaran (KUPA) yang terlalu lama.
’’ Pembahasannya memang melibatkan seluruh SKPD. semestinya mengingat waktu mepet cukup dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD),” kata Haru kepada wartawan kemarin (2/11).
Politikus PKS yang akan berkiprah di Jawa Barat menegaskan, adanya keterlambatan tersebut harus menjadi pelajaran bagi Pemkot Bandung. Sehingga, untuk ke depan jangan berbelit-belit dalam pembahasan. Tapi, yang terpenting adalah memaksimalkan dana untuk pembangunan.
“Ini mesti jadi pelajaran. Hal yang sama tidak boleh terjadi pada APBD 2019 dan RPJMD,” kata dia.
Haru memaparkan, ketika pembahasan KUPA seluruh Satuan Perangkat Daerah mengusulkan tambahan anggaran, namun tidak melihat posisi anggaran yang sedang defisit. Hal ini, disebabkan karena pendapatan tidak mencapai target tetapi belanja bertambah.
“Makanya jadi lama mencapai kesepakatannya,” ujarnya.
Dia mengatakan, tidak adanya anggaran pada perubahan kali ini akan memiliki dampak pada pembangunan di Kota Bandung. Sebab, beberapa proyek Pemkot Bandung baik yang sedang berjalan ataupun yang baru dimulai akan terancam akan terhenti sementara.
’’Jadi imbas atas penolakan APBD Perubahan 2019. Proyek itu tidak bisa dijalankan pada akhir tahun ini karena tidak tercantum dalam APBD murni,”cetus politikus PKS ini.
Selain itu, beberapa progra pembiayaan yang tidak bisa dimulai pada tahun ini di antaranya tambahan untuk PIPPK, bantuan operasional RW, honor guru ngaji, serta pembelian tanah untuk RSUD.
’’PIPPK dan bantuan keuangan operasional RW sangat diperlukan karena hanya dianggarkan untuk sembilan bulan dalam APBD murni. Pemkot harus memaksimalkan anggaran di APBD murni,” tuturnya.
Haru menambahkan, untuk menyiasatinya hal-hal yang bersifat penting dan mendesak, Pemkot bisa menggunakan Peraturan Wali Kota (Perwal) yang dikeluarkan, sehingga dana dalam APBD murni bisa dialokasikan untuk pembiayaan tersebut.