JAKARTA – Kasus dugaan suap Meikarta dan kasus Reklamasi Teluk Jakarta itu hampir sama. Kedua kasus itu memperlihatkan siapa saja yang memiliki uang dan berkuasa diperbolehkan menambrak aturan.
Demikian disebutkan Kepala Advokasi dan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean kepada Fajar Indonesia Network (FIN) saat dihubungi melalui telepon, Selasa (23/10).
Ferdinand mengatakan tidak di mana pun dan tidak semestinya membangun sesuatu jika izin mendirikan bangunannya itu belum ada. Kedua kasus ini jelas melanggar aturan sekaligus diperlihatkan ke semua masyarakat Indonesia. Pelanggaran aturan yang melanggar hukum itu justru terjadi di rezim yang katanya sangat mentaati hukum.
“Jelas hal ini merupakan kemunafikan dari pemerintah sebetulnya yang selalu mengatakan ingin menegakkan aturan, menegakkan hukum. Tapi fakta yang terjadi di rezim inilah hukum tidak berarti apa-apa,” kata Ferdinand Hutahaean.
Fedinand menyebutkan kasus suap Meikarta ini merupakan wujud nyata dari inkosistensi pemerintah dalam menegakkan aturan dan hukum.
Penegakkan aturan dan hukum dalam kasus Meikarta bisa saja dimulai KPK dengan melakukan pemanggilan terhadap Luhut Binsar Pandjaitan yang datang saat peresmian dan ikut menyakini masyarakat untuk membeli Meikarta yang belum ada izinnya.
Meski saat ini belum diketahui apakah ada aliran dana dari kasus Meikarta ke Luhut, Ferdinand meminta KPK sebagai lembaga anti korupsi untuk berani menelusuri dan menyeret siapa pun yang diduga terlibat.
“KPK sebagai lembaga anti korupsi sebaiknya juga berani untuk menelusuri aliran dana di Meikarta yang mungkin saja menyeret siapa pun yang diduga terlibat,” kata Ferdinand.
Ferdinand menjelaskan kehadiran Luhut yang menjabat sebagai pembantu presiden di peresmian tersebut bisa dijadikan delik aduan dan diproses oleh kepolisian.
“Apabila ada konsumen dari Meikarta yang melakukan pengaduan kepada polisi maka Luhut sangat bisa diproses oleh polisi. Alasannya karena Luhut ikut menyebarkan informasi yang tidak benar alias hoax,” katanya.
Selain itu, politisi dari demokrat ini meminta KPK untuk berani dan tegas dalam menetapkan James Riyadi dan perusahaannya PT Lippo dalam kejahatan korporasi di kasus Meikarta.