Menurut Dedi, aksi mogok mengajar yang dilakukan guru honorer sebenarnya dipicu penghasilan mereka yang tidak memadai. Padahal mereka sudah mengabdi cukup lama. Untuk itulah pemerintah harus mengangkat mereka menjadi CPNS.
Kalaupun untuk saat ini belum bisa, tuturnya, maka harus ada upaya dari pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten untuk ikut memikirkan kesejahteraan mereka.
”Salah satu upaya yang bisa dilakukan sebelum mereka diangkat menjadi CPNS, adalah dengan menaikkan honor mereka. Selama ini persentasi dana BOS untuk honor guru terlalu kecil. Kalah dengan persentase dana BOS untuk buku. Padahal buku-buku di sekolah sudah menggunung. Jadi akan lebih baik kalau persentase honor guru dari dana BOS ditingkatkan,” tandas mantan Wakil Bupati Indramayu ini.
Dikatakan Dedi, honor bagi guru honorer mestinya tidak lebih rendah dari UMK. APBD provinsi maupun kabupaten mestinya bisa mengakomodir hal ini. Karena kalau honor wajar dan masa depan jelas, dipastikan guru honorer juga akan tenang dalam menjalankan tugasnya.
Dedi Wahidi menambahkan, Komisi X DPR RI yang salah satunya membidangi masalah pendidikan, tidak pernah berhenti untuk memperjuangkan nasib guru honorer. Apalagi setiap tahun jumlah guru yang pensiun cukup besar. ”Mestinya jumlah guru yang diangkat menjadi CPNS harus lebih banyak dibandingkan guru yang pensiun,” tandasnya.
Meski demikian, Dedi Wahidi menegaskan, untuk masalah pengangkatan CPNS termasuk guru bukan kewenangan Kementerian Pendidikan, namun kewenangan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB). ”Yang pasti kami dari Komisi X tak pernah berhenti untuk memperjuangkan nasib para guru honorer,” pungkasnya. (awr-mg/oet)