”Teluk palu ini punya kemiringan dari dangkal sampai ke kedalaman 500 meter. Karena faktor tersebut (longsoran sedimen) telah menambah kenaikan tinggi muka air laut. Tapi penyebab longsoran sedimen belum jelas dari Pantai Talise atau dari mana,” ujarnya.
Dr. Hamzah juga melihat, bahwa ada penurunan muka tanah terutama di daerah jembatan Panulele. Hal yang sama juga terjadi di masjid terapung di pinggir laut yang sekarang terendah air. “Kemungkinan di sana juga terjadi laterap speding,” katanya.
Sesar Palu Koro dikatakan sangat aktif dengan pergerakan sekitar 44 milimeter per tahun. Banyak studi atau penelitian tentang sesar tersebut telah menjadi disertasi. Patahan Palu Koro merupakan salah satu patahan aktif di Indonesia yang memotong wilayah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.
ITB sendiri memulai fokus penelitian tentang sesar Palu Koro pada 2012, hasilnya telah disampaikan kepada Pemerintah Daerah setempat, BNPB dan staf ahli kepresidenan. Secara historis, kata Dr. Hamzah penduduk setempat sudah mengetahui tentang gempa, tsunami dan likuifaksi dengan bahasa-bahasa lokal di sana.
“Setelah survei ini, perlu dilakukan kajian pemetaan bahaya tsunami dan dipertimbangkan dalam penataan ruang. Dibangun suatu bangunan yang akrab terhadap bahaya tsunami. (*/ign)