JAKARTA – Salah satu hasil Ijtima Ulama II yang banyak mendapat sorotan adalah poin 16. Dalam poin itu disebutkan jika terpilih sebagai presiden pada Pilpres 2019 mendatang, maka Prabowo Subianto menjamin kepulangan serta hak-hak Habib Rizieq Shihab (HRS) sebagai warga negara Indonesia.
Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis memandang hasil Ijtima Ulama II yang memberi6kan dukungan kepada Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahudin Uno dalam poin ke 16 yakni untuk menghentikan kriminalisasi kepada kaum ulama merupakan hal yang wajar.
”Saya nilai wajar. Karena sempat Indonesia pada masa Bung Karno, Buya Hamka dipenjara dengan kasus yang dikarang karang oleh penyidik. Itu sebabnya saya melihat ijtima itu sebagai hal wajar,” ujar Margarito kepada Fajar Indonesia Network di Jakarta, kemarin (17/9).
Seperti diketahui, capres Prabowo Subianto meneken pakta integritas yang disodorkan GNPF Ulama saat Ijtimak Ulama II di Hotel Grand Cempaka, Jakarta Pusat, Minggu (16/9). Ada 17 poin yang disodorkan. Salah satunya tentang kepulangan Habib Rizieq Shihab. Jaminan terkait nasib pimpinan FPI (Front Pembela Islam) ini tertuang pada poin 16.
Poin ini berbunyi: Siap menggunakan hak konstitusional dan atributif yang melekat pada jabatan Presiden untuk melakukan proses rehabilitasi, menjamin kepulangan, serta memulihkan hak-hak Habib Rizieq Shihab sebagai warga negara Indonesia, serta memberikan keadilan kepada para ulama, aktivis 411, 212 dan 313 yang pernah/sedang menjalani proses kriminalisasi melalui tuduhan tindakan makar yang pernah tersangkakan. Penegakan keadilan juga perlu dilakukan terhadap tokoh-tokoh yang mengalami penzaliman.
Menurut Margarito, dalam hukum tata negara, Presiden memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa hukum baik objek dan subjeknya tidak disalahgunakan, atau digunakan secara salah untuk tujuan apapun. ”Itu poin konstitusinya. Pada titik ini harus diperiksa secara jernih kasus HRS itu. Pendapat umum yang menyertai kasus ini penuh penilaian kritis betapa kasus ini tidak valid. Kepergian HRS ke luar Indonesia, sejauh ini teridentifikasi sebagai protes atas tindakan hukum yang beliau tidak berdasar. Tetapi tetap dikenakan pada dirinya,” terangnya.
Margarito menilai bahwa konteks hasil Ijtima Ulama II bukanlah meminta Paslon Prabowo Sandi untuk melakukan sebuah intervensi. Namun justru sebaliknya. Hal itu mengingatkan kepada orang nomor satu di Partai Gerindra tersebut bila terpilih dapat menjadi pemimpin yang menghargai kaum ulama.