Bunga Utang Tembus Rp 275 Triliun

JAKARTA – Utang yang harus dibayar pemerintah terus menanjak tiap tahun. Pada 2018 tercatat Rp 396 triliun dan 2019 sebesar Rp 409 triliun. Dalam nota keuangan dan RAPBN 2019 disebutkan, bunga utang yang dibayarkan tahun depan senilai Rp 275 trilun atau 17,1 persen dari total belanja negara.

Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman mengatakan, membayar utang jatuh tempo tahun depan bakal menggunakan anggaran dari penerbitan surat berharga negara (SBN) dan pinjaman. ”Kepercayaan investor kuat, jadi kami nggak punya masalah,” terangnya.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Reza Hafiz mengatakan, pembayaran pokok utang pada 2018–2019 terhitung yang paling tinggi. ”Pada 2020 agak turun karena setelah 2019 sudah banyak yang habis,” ungkapnya kepada Jawa Pos.

Menurut dia, pemerintah tidak begitu agresif dalam menambah utang dalam dua tahun terakhir sehingga jumlah yang dibayar pada 3–5 tahun ke depan menurun. Pembayaran utang oleh pemerintah terbantu pemasukan dari pajak komoditas yang harganya sedang naik. ”Tapi, semoga ini bukan karena mau pilpres saja,” tegasnya.

Reza menambahkan, defisit harus diperkecil agar tidak gali lubang tutup lubang menciptakan utang untuk bayar utang lama. ”Yang pasti berpengaruh pada APBN karena ada beberapa yang harus dihemat,” sahutnya.

Sementara itu, tekanan terhadap rupiah masih dapat berlanjut hingga akhir tahun. Hal itu terjadi karena perekonomian AS terus membaik yang terlihat dari data inflasi dan serapan tenaga kerja yang meningkat. Kondisi tersebut mendorong Bank Sentral AS (The Fed) menaikkan suku bunga acuannya. Tahun ini pasar masih mengekspektasikan suku bunga acuan The Fed naik dua kali. Pasar bahkan sudah mengekspektasikan suku bunga acuan The Fed terus naik hingga tahun depan.

”September ini kemungkinan suku bunga The Fed naik lagi, kemudian dilanjutkan pada Desember,” ujarnya. Meski Presiden AS Donald Trump sempat menyatakan ketidaksukaannya pada kenaikan suku bunga, pasar masih menilai wajar jika The Fed menaikkan suku bunga.

Kemudian, perang dagang antara AS dan Tiongkok belum selesai. Meski AS menaikkan tarif impor dari Tiongkok, Negeri Panda itu adalah salah satu negara yang paling banyak memegang surat utang AS. Tiongkok pun tak mau kalah ingin membalas. ”Minggu ini masih ada perundingan kedua negara soal itu,” ujar Bhima.

Tinggalkan Balasan