JAKARTA – Kasus eksplotasi seksual anak masih banyak terjadi di Indonesia. UNICEF Indonesia menyatakan bahwa terdapat 40.000 hingga 70.000 anak di Indonesia telah menjadi korban eksploitasi seksual anak setiap tahunnya. Tak hanya itu, berdasarkan penelitian ILO soal pelacuran anak di beberapa kota di Indonesia mendapatkan fakta dan menemukan ada sekitar 24 ribu anak anak dilacurkan.
Selain itu, berdasarkan laporan yang diterima Komnas Anak pada tahun 2010 hingga 2014 didominasi oleh kejahatan seksual yajni 42 hingga 62 persen. Sedangkan hasil pemantaun ECPAT Indonesia sejak September hingga November 2016 ditemukan 24 kasus eksploitasi seksual anak dengan jumlah korban sebanyak 335 dengan prensetasi 55 persen anak perempuan dan 45 persen anak laki laki.
Kondisi ini sangat mengkhawatirkan dimana anak anak yang notabanenya sebagai penerus bangsa ini, akan tetapi menjadi korban eksploutasi seksual oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Untuk mencegah makin masifnya tindak pidana terhadap anak, ECPAT Indonesia melakukan penandatangan perjanjian kerjasama dengan Badan Diklat Kejaksaan RI dalam kontek meningkatkan peran jaksa dalam menuntut pelaku tindak pidana eksploitasi seksual anak.
Koordinator Nasional ECPAT Indonesia, Ahmad Sofian mengatakan eksploitasi seksual anak semakin meningkat seiring dengan makin canggih dan maraknya penggunaan teknologi. Konten pornografi semakin banyak yang beredar. Predator anak pun semakin mudah mencari dan menggunakan berbagai cara untuk mengelabui dan mengeksploitasi anak secara seksual.
”Sayangnya, kapasitas dan kapabilitas penegak hukum di Indonesia dalam menghadapi anak anak yang berhadapan dengan hukum dalam isu ini perlu ditingkatkan,” katanya dalam sambutanya saat melakukan kerjasama dengan Badiklat Kejaksaan RI, di Badiklat RI, Jakarta, Selasa (7/8).
Menurutnya, kejaksaan yang memiliki peran dan posisi strategis dalam menangani kasus kasus eksploitasi seksual anak. Dari kasus kasus kasus eksploitasi anak yang ditangani ACPAT Indonesia ditemukan masih banyak evaluasi yang harus dibenahi baik dalam proses, prosedur bahkan keputusan pengadilan. Masih banyak proses dan prosedur yang tidak berpihak pada korban, keluarga korban serta masyarakat. ”Ketidakberpihakan itu yakni penegak hukum yang tidak maksimal dalam penanganan perkara eksploitasi anak,” tegasnya.
Maka dari itu, kata Ahmad, ACPAT Indonesia berinisiatif menjalin kerjasama dengan Badan Diklat Kejaksaan RI untuk memberantas tindak pidana ekploitasi seksual anak. “Ini bentuk komitmen kita, kedepan nantinya akan dilakukan pelatihan khusus jaksa yang menangani kasus anak, meningkatkan pemahaman dan kapasitas jaksa dalam melakukan penuntutan terhadap pelaku ekaploitasi anak,” tutupnya.