Pasrah, Berdoa, karena Merasa Tak Akan Selamat

Untuk mengalihkan kepanikan dua pendaki yang dikawalnya setelah gempa dan longsor terjadi, Anca berinisiatif mengupas nanas. Rentetan gempa susulan juga membuat mereka yang terjebak sulit memutuskan: nekat turun atau bertahan di tempat.

SAHRUL YUNIZAR, Lombok Timur

TEBING berjatuhan. Debu gelap beterbangan. Longsoran bebatuan menutupi jalur pulang menuju Senaru.

Masih ditambah rentetan gempa susulan. Juga, kabar-kabar mencemaskan yang berseliweran. Dari jembatan putus sampai jalur yang retak.

Semuanya susul-menyusul menghampiri Muhammad Ashar dan siapa saja yang berada di Danau Segara, Gunung Rinjani, pada Minggu pagi itu (29/7). Setelah lindu 6,4 skala Richter menghajar Lombok.

Kepanikan otomatis menyeruak. Termasuk kepada dua pendaki asal Jakarta yang dikawal Ashar: Ayu dan Ano.

Di tengah kegentingan itu, tiba-tiba saja porter 23 tahun tersebut teringat nanas. Buah tersebut dia bawa sebagai bekal tiap kali mengantar pendaki menaiki Rinjani.

”Saya inisiatif mengupas nanas biar kedua tamu saya merasa tenang. Untuk netralkan suasana saja,” imbuh pemuda yang akrab disapa Anca itu kepada Jawa Pos.

Tapi, sampai habis nanas yang jadi bekal, gempa susulan masih terasa beberapa kali. Disertai guguran bebatuan dari atas tebing.

Jalur pulang ke Senaru tertutup longsoran. Jembatan penghubung menuju ke Plawangan Sembalun juga putus.

Pada Minggu pagi itu, Anca dan ratusan orang di Danau Segara Anak tahu, mereka terperangkap.

***

Semua seperti berjalan sesuai rencana yang disusun Ayu dan Ano bersama porter mereka, Anca. Kamis pagi berangkat dari Jalur Bawak Nao, Sembalun. Dan, setelah malamnya summit attack, pada Minggu pagi mereka sudah bisa bersantai di Danau Segara Anak.

Rata-rata memang demikianlah jalur pendakian di gunung setinggi 3.726 meter itu. Berangkat dari Sembalun, menginap di Plawangan Sembalun, ke puncak, turun ke Danau Segara Anak, lalu pulang melewati Plawangan Senaru menuju Senaru.

Porter adalah para warga di sekitar Sembalun. Mereka tak hanya bertugas membawakan barang. Tapi, juga penunjuk jalan.

Berkemah di Segara Anak jadi semacam momen relaksasi bagi para pendaki. Setelah berjuang menggapai puncak. Di antaranya melewati ”Bukit Penyiksaan”. Dan, sebelum pulang ke Senaru yang jalurnya banyak bebatuan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan