Kesan adanya kepentingan politik terlihat dari kasus penangkapan kedua tokoh tersebut. Keduanya tidak terkena OTT langsung. Namun, beberapa media online memberitakan seolah-olah keduanya sudah menjadi target dan harus ditangkap, baik melalui OTT langsung maupun tidak langsung.
Tapi faktanya, tegas Hasto, yang ditangkap di Kota Blitar adalah seorang penjahit, bukan pejabat negara. Sedangkan di Tulungagung, yang diringkus ialah kepala dinas dan perantara, bukan Syahri Mulyo. “Semuanya lalu dikembangkan bahwa hal tersebut sebagai OTT terhadap Samanhudi dan Syahri Mulyo. Ada apa dibalik ini,?” jelas anggota DPR RI itu.
OTT yang dilakukan KPK akhirnya dihubungkan dengan kontestasi pilkada. Sekarang, lanjut dia, siapa yang bisa memastikan bahwa segala sesuatunya dilakukan secara proper dan sesuai mekanisme hukum yang jujur dan berkeadilan.
Sebab, sebelumnya ada oknum KPK yang tidak bisa melepaskan diri dari kepentingan di luarnya. Misalnya, terkait pencoretan bakal calon menteri yang dilakukan tidak sesuai prosedur dan ada vested interest. “Begitu juga kebocoran sprindik Anas Urbaningrum,” terangnya. (tyo/lum/ign)