NGAMPRAH– Terminal Wisata Grafika Cikole Lembang memiliki pengelolaan sampah secara mandiri yang dimanfaatkan dengan nilai ekonomis tinggi. Selain membantu pemerintah untuk mengurangi sampah, objek wisata ini juga menjadi salah satu wisata yang peduli akan lingkungan alam. Hal tersebut diungkapkan Manager Outbound Grafika Cikole Sapto Wahyudi belum lama ini. “Pengelolaan sampah ini dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup, karena setiap hari volume sampah terus meningkat. Dengan pengelolaan ini, sampah yang dihasilkan hanya terbuang hingga 20 persen,” katanya.
Dia menyebutkan, setiap harinya bisa menghasilkan sampah 10-20 tong. Namun, khusus pada libur Hari Raya Idul Fitri, sampah bisa mencapai 40 tong perhari. Sehingga dengan adanya pengelolaan sampah mandiri ini lebih efisien yang terbuang ke TPA. “Saat ini kami hanya mampu mengelola sampah organik dan anorganik saja. Untuk sampah yang tidak bisa didaur ulang seperti sterofoam, kantong plastik makanan ringan terpaksa harus dibuang ke TPA,” terangnya.
Pengelolaan sampah ini, sebut dia, dilakukan menggunakan metode daur ulang organik dan anorganik dengan bantuan tiga unit alat mesin pres, ayak dan cacah. “Untuk mengelola sampah ini, kami melibatkan 5 orang karyawan dengan waktu kerja hingga 8 jam perhari. Dengan ukuran gedung pengelolaan sampah 8 x12 meter persegi,” ujarnya.
Untuk pengolahan sampah organik, dilakukan permentasi hingga waktu satu bulan dengan menggunakan campuran limbah media jamur dan cairan gula hingga bisa menjadi pupuk kompos. Sedangkan untuk sampah anorganik dilakukan pemilahan sesuai jenis sampah yang dihasilkan, sehingga hasilnya bisa dijual kembali ke pengepul sampah.
“Rencananya pupuk organik ini akan kami bagikan kepada warga setempat. Bahkan jika pengelolaan sampah ini berhasil, kami akan mengajak warga untuk ikut terlibat dalam pengelolaan sampah ini,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala UPT Kebersihan pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) KBB, Jaka Susila mengatakan kontribusi sampah dari objek wisata di kawasan Lembang cukup signifikan. “Sampah yang dihasilkan dari objek wisata cukup banyak setiap harinya,” katanya.
Jaka menjelaskan, sumber PAD diambil dari retribusi sampah berbagai sektor. Mulai dari sektor industri, perkantoran, restoran, objek wisata, rumah sakit hingga permukiman warga. Terbesar dari sektor sampah industri yang ditetapkan sebesar Rp60 ribu/meter kubik. Disusul dengan retribusi dari restoran sebesar Rp50 ribu/meter kubik. “Sementara yang terkecil dari retribusi permukiman warga dari mulai Rp4.500/KK/bulan hingga Rp10 ribu/KK/bulan,” katanya.