“Memang benar, kalimat itu yang sering membuat kami menjadi minder. Mungkin hanya bagi mereka yang tahu lebih dalam saja soal aturan yang berani mencalonkan diri,” ungkap Syaid melalui sambungan telepon selulernya.
Padahal, kata Syaid, banyak di antara rekan-rekannya sesama penyandang disabilitas layak menjadi caleg karena mampu dan memiliki massa pendukung yang besar. Pihaknya berharap, KPU memberikan penjelasan lebih terperinci dan luas terkait syarat pencalonan tersebut bagi para penyandang disabilitas.
“Kami juga meminta KPU lebih masif menyosialisasikan pencalonan kepada penyandang disabilitas. Sebab, ajakan untuk memilih sendiri sudah cukup baik, namun untuk dipilih masih sangat kurang. Padahal, kami juga memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih,” katanya.
Menanggapi hal ini, Ketua KPU Jabar Yayat Hidayat membantah, jika anggapan penyandang disabilitas kesulitan mendapatkan haknya untuk maju ke ajang pesta demokrasi, termasuk Pileg 2018.
Dia menegaskan, KPU memberikan hak penuh bagi penyandang untuk mencalonkan diri caleg di Pileg 2019. Terlebih, selama ini dari penyandang disabilitas ada yang sudah menjadi anggota Legislatif.
“Gak, gak seperti itu. Contohnya Pak Jumono (penyandang disabilitas), dia juga kan dulu jadi anggota DPR,” sebut Yayat.
Kendati begitu, Dia mengakui, anggapan tersebut muncul karena salah persepsi dalam memahami kalimat sehat rohani dan jasmani sebagai syarat pencalonan. Yayat mengatakan, dalam syarat tersebut, pihaknya sudah mencantumkan penjelasan bahwa syarat tersebut bukan diperuntukkan bagi penyandang disabilitas.
“Itumah salah persepsi saja, kita sudah cantumkan penjelasannya bahwa sehat jasmani diperuntukan secara umum bukan untuk penyandang disabilitas,”tutup Yayat. (a1/yan)