Sulitnya Upaya Penyelamatan Buaya Berkalung Ban di Palu

Memang tidak semua masyarakat yang menonton mengganggu. Ada juga yang membantu sebisanya. Mulai angkat-angkat barang untuk evakuasi sampai menyajikan makanan gratis untuk tim yang sedang bekerja. Kesulitan yang dialami tim juga bertambah lantaran buaya saat ini sering berada di pantai. Upaya menggiring ke darat lebih susah dilakukan saat buaya berada di pantai daripada saat di sungai. ”Ban itu tidak bisa dilepaskan sebelum buaya bisa dibawa ke darat. Nah, sekarang dia di pantai, sulit kita prediksi kedalamannya. Tidak seperti ketika di sungai,” terang Panji.

Ditambah, si buaya itu lebih sering berada di pantai yang tak jauh dari daratan reklamasi. Daratan hasil reklamasi tersebut penuh bebatuan. Tak ada pasir laut seperti daratan yang bukan hasil reklamasi. Kondisi itu menyulitkan penggunaan perangkap untuk mengevakuasi buaya ke darat. Setidaknya sudah dua jaring dan pukat yang gagal dipakai untuk menangkap si buaya.

Dia mengatakan, segala daya dan upaya sudah dicoba tim. Baik yang bisa dilogika maupun yang tidak. Yang tidak bisa dilogika, antara lain, melibatkan orang-orang yang mengaku bisa mendatangkan si buaya. Itu tidak bisa dihindarkan karena masih banyak masyarakat sekitar Sungai Palu hingga Pantai Talise yang percaya hal-hal mistis.

Dalam kepercayaan orang-orang tua setempat, buaya di perairan itu merupakan bagian dari keluarganya. ”Sebenarnya kita tidak percaya, tapi kalau mereka ingin membantu, ya kita libatkan,” ujar pria asal Tulungagung yang lama tinggal di Sulawesi Tengah tersebut. Pelibatan orang-orang seperti itu juga perlu sekalian untuk memberikan pemahaman. Sebab, masih banyak orang tua mengira tim penyelamatan buaya berkalung ban itu memburunya untuk dibunuh atau dibuang dari perairan di Palu. Saat ini tim penyelamat untuk sementara kembali ke Jakarta sambil menunggu kesempatan terbaik melakukan penyelamatan lagi. (*/c10/oki)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan