Driver Protes ke Istana

Bagaimana tanggapan para driver taksi online. Dwi, seorang driver Go-car menuturkan dia masih pikir-pikir untuk ikut aksi hari ini. Pada aksi sebe­lumnya ada banyak driver yang diajak ke sekitar Monas dengan cara mendapatkan order. Me­skipun begitu dia juga tidak sepakat dengan Permenhub 108. Khususnya dengan pa­sangan stiker.

”Kalau di Jakarta mungkin sudah selesai. Tapi yang bahaya di luar Jawa kalau pakai stiker,” ungkap Dwi yang sudah satu setengah tahun menjadi dri­ver taksi online.

Dia menuturkan soal peng­gantian SIM A umum bagi dia sebenarnya tidak masalah. Meskipun Dwi sendiri belum mengurusnya. ”Paling bayar lagi untuk SIM A itu gopek (Rp 500 ribu),” ungkap dia. Rp 500 ribu itu dia ketahui dari teman-temanya yang telah mengurus SIM A.

Sofyan, pengemudi Grab Car, menuturkan bahwa dia juga mempersoalkan tentang sti­ker yang harus dipasang. Menurut dia itu akan mem­batasi wilayah gerak para driver. ”Jadi tidak bisa ambil yang luar kota. Kalau keta­huan bisa kena denda. Itu yang kami takutkan,” ujar dia.

Dia menuturkan bahwa se­mestinya taksi online itu juga dipermudah ruang geraknya tidak terlalu dibatasi atau disamakan dengan kendara­an lain. Soal urusan uji kir misalnya dia menyebutkan bahwa mobil Grand Livina keluaran 2017 yang baru dia beli pun harus uji kir. ”Emang mobil kita disamain sama metromini yang sudah lama. Ini kan mobil baru. Kok jadi­nya pemerintah mempersu­lit,” tambah dia.

Rusuhnya peraturan men­teri (PM) 108/2017 mendapat­kan tanggapan Kementerian Perhubungan. Menteri Perhu­bungan Budi Karya Sumadi menuding jika aksi tersebut ada yang menunggangi.

”Saya yakin ini nggak tulus. Ada usaha yang dilakukan. Ada dipesan orang,” ujar Budi kemarin (28/1).

Menurutnya rusuhnya taksi online merupakan salah satu upaya dalam merusak pemiki­ran yang sudah didiskusikan. Menurutnya PM 108/2017 telah didiskusikan oleh orga­nisasi driver online, operator, organda, dan beberapa orga­nisasi lain yang terlibat.

Menhub pun tidak akan mencabut peraturan yang sudah ada tersebut. Menurut­nya jika PM 108/2017 itu di­cabut akan menimbulkan chaos. Sebab dengan adanya peraturan itu dianggap sudah bisa memfasilitasi taksi daring maupun taksi konvensional. ”Jadi jangan egois karena di­pesan seseorang, dia mela­kukan itu (demo, Red),” ung­kap Budi.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan