”Sikap kita, minta maaf silakan tapi permasalahan secara moral KPU sudah membunuh hak disabilitas dan itu adalah sebuah pelanggaran HAM tertinggi,” urainya.
Suhendar mengatakan, dalam undang-undang Pemilu, yang tidak memiliki hak untuk dipilih adalah seseorang yang sedang tersandung kasus hukum atau melaksanakan hukuman pidana. Dengan diberlakukannya SK tersebut, KPU seolah menganggap kaum disabilitas setara dengan narapidana.
Maka dari itu, pihaknya mengancam tidak akan memberikan hak pilihnya atau golput baik dalam kontestasi Pilgub Jawa Barat maupun Pilkada Serentak 2018 jika KPU belum meminta maaf dan mencabut SK tersebut. Menurutnya, keputusan tersebut adalah pilihan terpahit dan terpaksa pihaknya lakukan karena KPU telah membuat kesalalahan dengan menghilangkan hak kaum disabilitas.
”Untuk apa kita memilih lagi, mungkin kita akan menarik diri dan kita minta maaf, ketika KPU meminimalisir golput tapi KPU justru menggali potensi golput terutama bagi kaum disabilitas,” urainya.
Untuk langkah selanjutnya, pihaknya akan melakukan konsolidasi bersama kaum disabilitas di daerah dalam menghadapi pesta demokrasi Pilgub Jawa Barat dan Pilkada Serentak 2018. Suhendar berharap, SK tersebut segera dicabut dan kejadian aerupa tidak terulang dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Sehingga kaum disabilitas yang memiliki keinginan menjadi calon tidak terganjal.
Senada dengan Suhendar, Perwakilan Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni) Kota Bandung Nono Suwarna meminta, KPU dapat lebih baik dalam membuat sebuah keputusan dengan berlandaskan undang-undang yang ada agar tidak menghilangkan hak disabilitas dalam momentum pesta demokrasi.
Menurutnya, dalam undang-undang nomor 8 tahun 2016 menyatakan semua kaum disabilitas mempunyai hak yang sama dengan masyarakat pada umumnya, baik dari segi pendidikan, pekerjaan serta kesejahteraan. Terlebih, Indonesia juga pernah dipimpin presiden seorang tuna netra. Maka dirinya tidak akan diam dan akan terus bergerak memperjuangkan hak sebagai komponen masyarakat yang tidak terpisahkan dari pembangunan pemerintah.
”Kita sebetulnya hanya beda dari matanya doang, dari segi fisiknya sama dan dalam hal otak dan kompetensi kita sama,” tandasnya. (mg1/rie)