Makan Nasi Bungkus sebelum Rapat Redaksi

Di luar soal kebijakannya sebagai menteri, Daoed merupakan sosok yang penuh ’’warna’’. Dia pernah duduk di birokrasi, tapi juga akademisi sekaligus penulis. Pada usia 77 tahun, direktur CSIS (Center for Strategic and International Studies) 1970–1973 itu sempat menelurkan novel setebal 408 halaman bertajuk Emak. Juga, terus aktif menulis di berbagai surat kabar nasional.

Kendati pernah menjabat menteri pada era Orde Baru, Daoed pernah pula menolak jabatan di kabinet sebagai gubernur Bank Indonesia. Di sisi lain, ISIS, lembaga yang pernah dipimpin mantan anggota DPA dan MPR itu, dikenal sebagai think thank berpengaruh pada era pemerintahan Presiden Soeharto.

Sri Edi Swasono, salah seorang mantan mahasiswanya di Universitas Indonesia, memuji Daoed sebagai sosok yang terbuka dan bersahabat. ’’Waktu saya selesai menempuh doktor di Amerika dan main ke Prancis, Pak Daoed ini malah senang saya dapat doktor dulu, sedangkan dia belum,’’ ungkapnya.

Hubungan baik itu terus berlanjut. Hampir setiap tahun Edi datang menyambangi gurunya tersebut. ’’Semalam (Selasa malam) saat di rumah sakit, saya sudah merasa. Sekitar pukul 21.00, dokter sudah angkat tangan,’’ katanya.

Menurut cerita Bambang, 1,5 jam sebelum meninggal, sang cicit sempat membisikkan bahwa keluarga sudah ikhlas. Tak lama berselang, doktor lulusan Universite de Paris I, Sorbonne, Prancis, tersebut berpulang.

Kemarin rumah duka di kawasan Mampang, Jakarta Selatan, penuh dihadiri petakziah. Karangan bunga memenuhi gang rumah Daoed di Jalan Bangka VII Dalam Nomor 14 itu.

Di antara salah satu rombongan petakziah, tampak Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Keduanya datang setelah mengantar Presiden Joko Widodo terbang ke Sri Lanka untuk menyerahkan bantuan bagi pengungsi Rohingnya.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy saat dihubungi Jawa Pos juga mengucapkan belasungkawa. ’’Saya kenal Pak Daoed, walaupun tidak kenal dekat. Saat beliau masih menjabat menteri, saya bersama beberapa aktivis pers mahasiswa menjadi anggota redaksi koran Warta Mahasiswa terbitan Depdiknas,’’ ujarnya.

Daoed pun ketika itu turun gunung langsung dalam beberapa kali kesempatan. Memberikan pengarahan saat rapat redaksi. ’’Pandangannya luas, pikirannya mendasar, visinya kuat. Beliau juga tidak segan makan nasi bungkus bersama sebelum rapat redaksi dimulai,’’ ungkap Muhadjir.

Tinggalkan Balasan