Hal ini bisa dilakukan karena pihaknya memiliki akses untuk pengetahuan mengenai pangan dan agribisnis yang dihimpun selama 120 tahun oleh Rabobank Group.
Sebagai lembaga perbankan, pihaknya pun memberikan layanan trade financing, cash management, dan internet banking yang memudahkan pemilik usaha. Layanan ini dibutuhkan untuk mengelola arus kas, membayar gaji karyawan, membayar supplier, hingga melakukan kegiatan ekspor impor yang berkaitan dengan usahanya.
”Tahun ini, kita akan beklerja sama dengan salah satu e-commerce untuk digitalisasi pembayaran melalui digital banking,” imbuhnya.
Untuk ekspansi bisnis, Jos mengaku pihaknya akan bekerjasama dengan sejumlah bank perkreditan rakyat (BPR), bank pembangunan daerah (BPD), dan koperasi di daerah setempat. Dengan kata lain, pihaknya tidak akan membuka kantor cabang lagi di daerah lain. Pihaknya mempertahankan 34 kantor cabang yang tersebar di Indonesia.
Pimpinan Wilayah Rabobank Indonesia Lie Chih Ing mengaku, Bandung dan Jabar, menyimpan potensi bisnis yang relatif tinggi. Menurutnya, sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan menempati urutan ketiga dalam kontribusi produk domestik regional bruto (PDRB) Jabar sebesar 8,9 persem. Industri pengolahan yang menyumbangkan 42,49 persen merupakan kontributor PDRB terbesar di mana industri pengolahan makanan merupakan salah satu bagian penting di dalamnya.
”Dari total kredit yang disalurkan, Jabar yang terdiri atas Bandung, Karawang, dan Cirebon terhitung sebesar Rp 750 miliar. Khusus untuk Bandung, angkanya sebesar Rp 500 miliar,” papar Lie.
Sementara itu, Kepala Kantor Regional 2 Jabar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sarwono mengingatkan pada 2017 lalu kinerja industri keuangan relatif baik. Namun, hal yang menjadi pekerjaan rumah industri jasa keuangan yakni terkait pertumbuhan kredit yang relatif rendah.
”Pada 2017, sebenarnya target pertumbuhan kredit yang ditentukan sebesar 10-11 persen. Namun, realisasinya hanya 8,35 persen,” sebut Sarwono di tempat yang sama.
Dia mengharapkan, dalam mengucurkan kreditnya Rabobank dimohon menggunakan pendekatan kluster yang tidak individual. Selain itu, dia pun menginginkan kredit yang disalurkan itu ke tangan debitur baru. Lembaga perbankan pun sebaiknya memikirkan pasar atau pembeli dari setiap produk yang dihasilkan para debitur.
”Jangan sampai seperti KUR (kredit usaha rakyat) yang terealisasi 95 persen, namun tidak tepat sasaran. Apalagi, KUR itu 50 persen di antaranya dinikmati debitur lama. Padahal, KUR itu untuk menyisir debitur baru,” tandasnya. (rls/rie)