Guna menarik dukungan masyarakat, sekolah ini tidak membebankan biaya sepeser pun kepada siswa. Semua fasilitas diberikan oleh sekolah secara gratis. Fasilitas yang diberikan berupa seragam, sepatu, bahkan ojek untuk pulang siswa ke rumahnya.
“Meski kami tidak punya donator tetap. Dalam sebulan, biaya operasional kami menghabiskan Rp 6 juta untuk honor dan ATK sebulannya. Tapi kami tetap mengedepankan kualitas. Guru di sini adalah lulusan UPI dan Institut Seni dan Budaya Indonesia (ISBI) Bandung,” ungkapnya.
Lantas dari mana biaya selama ini? Enjang menjelaskan, selama ini biaya operasional diperoleh dari dana pribadi Elih. Ia mengaku kagum dan salut dengan sahabatnya itu. Elih sangat peduli pendidikan dan ingin melestarikan budaya.
“Bahkan Kadisdik Kabupaten Ciamis pernah menyangsikan niat Elih. Elih dengan tegas menjawab, niatnya mendirikan sekolah seni bukan untuk bisnis, melainkan melestarikan seni budaya,” jawab Enjang menirukan jawaban Elih.
“Hoyong uih teh nguping goong (ingin saat pulang dengar suara goong). Sekarang kan sudah tidak ada. Dulu, tanah ini tanah kelahiran Elih. Ia pulang sesekali ke sini,” pungkasnya.
Yusi Farida, salah satu siswa kelas X yang berasal dari Desa Kepel, Dusun Mekarmulya RT 08/4 Kecamatan Cisaga, Kabupaten Ciamis mengungkapkan, tertarik dengan seni sejak kecil. Ia merupakan vokalis utama sekolah. Ia merasa SMK BeNC mampu memfasilitasi bakat dan keinginannya di bidang seni.
“Saya ingin jadi orang hebat di bidang seni. Bisa melanjutkan ke ISBI Bandung,” katanya.
Sementara itu, Nur Abdul Latif asli Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran, siswa kelas XI rela menginap di sekolah setiap hari demi menunjang hobinya di seni musik.
“Di sini saya tidak punya keluarga. Pulang ke rumah sebulan sekali. Sejak dari SD suka musik. Terutama alat musik kendang. Di sini saya belajar sesungguhnya seni musik untuk masa depan saya,” pungkasnya. (*/rie)