jabarekspres.com, CIMAHI – Sehari pasca razia para pelajar sekolah yang dilakukan oleh Dinas pendidikan bersama Satpol PP dan pihak kepolisian mendapat tanggapan serius dari Pengamat Pendidikan Sekolah Tinggi Ilmu Pendidikan (STKIP) Pasundan, Dr. Chaerul Syobar.
Menurut Chaerul, prilaku negatif pelajar, seperti bolos saat jam sekolah alias ‘mabal’ selama ini disebabkan masih lemahnya pengawasan dan peran serta para orang tua dan sekolah. Selain tentunya kedisiplinan pelajar itu sendiri.
“Masyarkat, orang tua dan sekolah harusnya memiliki peran aktif dalam pengawasan anak-anak mereka,” ujar Chaerul saat dihubungi melalui telepon, Jumat (17/11).
Chairul mengatakan, pendidikan karakter harus lebih diterapkan lagi, baik di lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah formal. Sebab, menurutnya, yang dinamakan pendidikan bukan hanya di bangku sekolah formal, tapi juga harus dibangun dalam keluarga.
Chaerul menyebutkan, kurikulum tentang budi pekerti dan akhlak semestinya harus dimasukan kembali dalam materi pembelajaran. Selain itu, sekolah juga harus berani menerapkan pola disiplin dengan pemberian sanksi yang mendidik.
“Tujuannya, agar para pelajar lebih memahami dan mengerti arti kedisiplinan. Kurikulum yang dinamakan budi pekerti harus masuk lagi, dan peran serta masyarakat, bagaimana masyarakat peduli,” imbuh Chaerul.
Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Kota Cimahi Dikdik Suratno Nugrahawan menyatakan, pihaknya akan memperketat pengawasan terhadap pelajar di Kota Cimahi.
“Tentu akan kami perketat. Saat jam belajarm gerbang ditutup, disediakan petugas piket untuk melihat, untuk memantau, memantau sejauh mana siswa hadir,” katanya.
Diakui Dikdik, selama ini pihaknya kerap menerima laporan dari masyarakat perihal adanya siswa yang berkumpul di jam sekolah, termasuk di Warung Internet (Warnet).
“Yang jelas adanya laporan dari masyarakat harus kami tindaklanjuti, harus kami antisipasi,” ujarnya.
Menurutnya, berkumpulnya siswa saat jam pelajaran sangat rentan sekali pengaruh negatif, untuk melakukan hal-hal di luar nalar.
“Siswa lebih gampang didoktrin, karena pengaruh negatif itu sering muncul manakala anak dalam kelompok yang tak terarah,” pungkasnya. (ziz/yan).