Kebijakan soal upah ini, lanjut Nining, polanya masih sama dari tahun ke tahun. Namun, hasilnya tetap tidak sesuai dengan amanah konstitusi dan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
”Pemerintah belum berpihak pada buruh. Sama seperti di era 2016 yang sama-sama mengeluarkan kebijakan upah sektor padat karya di bawah upah minimum,” keluhnya.
Makanya, buruh pun tetap akan tetap melakukan unjuk rasa untuk menuntut kenaikan upah minimum yang lebih layak lagi. Hal ini mengacu kondisi perekonomian yang dikepung kenaikan harga kebutuhan pokok, BBM TDL dan lainnya.
Selain berencana akan melakukan unjuk rasa, para buruh di KASBI Jabar pun meminta PP nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan dicabut. Sebab, PP tersebut dinilai tidak bisa mewakili aspirasi para buruh.
Sementara itu, Ketua Komisi V Syamsul Bachri, yang meliputi bidang kesejahteraan masyarakat salah-satunya soal ketenagakerjaan menolak memberi tanggapan, dan meminta mengonfirmasi perihal UMP 2018 ini kepada anggota lainnya.
Sedangkan, Menaker Hanif Dhakiri mengatakan penetapan UMP masih akan merujuk pada PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan. Dia mengatakan, sudah mengirimkan surat edaran tersebut ke seluruh Gubernur se-Indonesia. ”Sudah saya lengkapi dengan data inflasi nasional, pertumbuhan ekonomi dan data lainnya,” katanya.
Hanif menambahkan, UMP juga berlaku bagi pekerja outsourcing. ”Bagi semua yang terikat kontrak kerja, UMP akan tetap berlaku,” kata Politikus PKB ini.
Penetapan upah ini penting, kata Hanif untuk menciptakan iklim usaha yang baik berupa kepastian bagi para pengusaha serta kepastikan bagi pekerja untuk mendapatkan kenaikan upah. Menurut Hanif, para pekerja tidak lagi perlu melakukan demo menuntut kenaikan upah. ”Setiap tahun upah pasti naik,” katanya.
Tentang PP 78, Hanif mengharap semua pihak mengetahui bahwa kenaikan upah setiap tahun bersifat prediktif. Sesuai dengan formulasi yang diatur dalam PP 78. ”Dengan model begini sudah win-win solution, semua senang,” kata mantan Anggota DPR ini. (mg2/tau/rie)