Sementara itu Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto mengungkapkan, surplus yang terjadi pada Agustus merupakan capaian tertinggi neraca perdagangan Indonesia sejak 2012. Berdasarkan catatan otoritas statistik, surplus neraca perdagangan terbesar terakhir terjadi pada November 2011.
Meski sempat defisit pada Juli 2017, namun neraca perdagangan Indonesia pada Agustus kembali mencetak surplus US$1,72 miliar, dengan total nilai ekspor US$15,21 miliar dan impor US$13,49 miliar. “Terakhir itu November 2011, dan kejadiannya sama. Ekspornya naik, impornya turun,” katanya dalam jumpa pers di Jakarta, belum lama ini.
Selain itu, nilai ekspor Agustus secara month to month mengalami kenaikan 11,73 persen, dan secara year on year dibanding periode yang sama tahun lalu tumbuh 19,24 persen. Membaiknya harga komoditas, lanjut pria yang akrab disapa Kecuk ini mengungkapkan adanya sentimen positif terhadap kinerja ekspor non migas. Lebih dalam Kecuk menjelaskan bahwa ekspor non migas Agustus tercatat mengalami kenaikan 11,93 persen dibandingkan Juli 2017, dan tumbuh 19,94 persen secara year on year dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Peningkatan terbesar terjadi pada perhiasan permata, sementara penurunan terbesar terjadi pada produk kimia.
“Beberapa komoditas nonmigas yang naik harganya di antaranya batubara, CPO, minyak kernel, karet, tembaga, dan logam. Ada beberapa komoditas nonmigas yang turun harga: kedelai, beras, dan jagung. Jadi ada beberapa komoditas nonmigas yang naik atau turun pengaruhi nilai ekspor impor Agustus 2017,” katanya. (*/ign)