Separo Lebih Pelaku Masih di Usia Produktif

Perempuan yang datang ke Gunungkidul sebagai dokter PTT 17 tahun lalu itu menerangkan, moto tersebut adalah konsep sederhana agar masyarakat paham untuk melakukan deteksi dini perilaku bunuh diri. Mereka diminta untuk melihat apakah ada anggota masyarakat lain yang memiliki perilaku berbeda dari kebiasaan.

Jika ada, warga diminta untuk mendatangi orang tersebut. Atau setidaknya bertanya kepada anggota masyarakat lain soal perubahan perilaku yang dimaksud. Pada akhirnya, masyarakat diminta untuk menghubungkan warga yang berperilaku beda itu kepada pihak terkait. ”Menghubungkan itu ke tenaga medis ya, bukan ke dukun,” ujar perempuan asal Malang tersebut.

Satu-dua kecamatan di Gunungkidul sudah mengambil inisiatif dengan mendahului langkah pemkab untuk mengatasi persoalan yang terjadi hampir tiap tahun tersebut. Kecamatan Rongkop, misalnya, yang pada 2001-2008 mencatat angka kematian warga akibat bunuh diri mencapai 9 jiwa.

Lalu, sekitar 2010-2011, kecamatan tersebut mencanangkan diri sebagai kecamatan ramah dan sehat jiwa. Salah satu upaya Rongkop adalah menempatkan tenaga medis yang secara khusus membantu memberikan konseling di bidang kejiwaan.

Hasilnya, data 2011 hingga 2016 menunjukkan bahwa angka kematian akibat bunuh diri di Rongkop tinggal 2 jiwa. ”Artinya, saat wilayah itu sudah ramah jiwa, angka bunuh diri menurun,” jelas Wage.

Menurut Ida, menurunkan angka bunuh diri jelas bukan ranah timnya. Sebab, kematian tak bisa diramal.  Namun, dia mengklaim adanya peningkatan kepedulian masyarakat. Hal itu, menurut dia, terlihat dari meningkatnya rujukan anggota masyarakat ke sejumlah puskesmas untuk meminta konseling kejiwaan. (*/c11/ttg/rie)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan