jabarekspres, NGAMPRAH– Menghadapi Pilkada Kabupaten Bandung Barat 2018, praktik mahar politik diyakini masih akan terjadi di sejumlah partai. Hal tersebut diungkapkan Direktur Pusat Kajian Politik Ekonomi dan Pembangunan (Puskapol Ekbang) Holid Nurjamil kepada wartawan di Ngamprah, kemarin.
Menurut dia, kebiasaan sejumlah partai politik meminta-minta uang ke para bakal calon kepala daerah yang nantinya diusung dinilai akan mengancam keberlangsungan demokrasi pada Pilkada KBB mendatang. Akibatnya, banyak para calon bupati setelah mereka terpilih, akan melakukan tindak pidana korupsi lantaran harus mengganti biaya Pilkada yang cukup besar. “Saya meyakini praktik mahar politik bakal terus terjadi. Mahar politik ini jelas akan menggangu bahkan mencederai semangat demokrasi,” ujar Holid.
Rumor yang berkembang pada Pilkada lalu di KBB, kata Holid, ada beberapa partai yang memang sampai menerapkan mahar dengan jumlah hingga miliaran. Menurutnya, bukan tidak mungkin Pilkada KBB mendatang sejumlah partai pun akan meminta tarif lebih besar untuk mengusung bakal calon bupati atau wakil bupati tersebut.
Sementara adanya praktik mahar tersebut, Holid juga khawatir masyarakat tidak akan mempunyai pilihan bakal calon kepala daerah yang memang mempunyai intregritas tinggi. “Terpaksa masyarakat akan memilih calon-calon yang memang tidak memiliki kemampuan, kejujuran dan lain halnya. Karena bisa saja orang-orang baik yang sesuai dengan harapan masyarakat tidak bisa maju karena kendala tidak bisa membeli mahar politik tadi,” paparnya.
Lebih jauh Holid menerangkan, praktik mahar politik sulit dibuktikan, mengingat praktik tersebut ada di tingkatan elite partai politik. Bahkan sejumlah partai politik biasanya membungkus mahar politik untuk biaya sosialisasi, survei dan lainnya. Apalagi, untuk memutuskan siapa bakal calon kepala daerah, partai biasanya memerlukan dukungan dari kader tingkat bawah. “Semua memerlukan rekomendasi DPC, DPD hingga ke tingkat pusat. Artinya, dengan banyaknya tahapan tersebut, pada akhirnya akan membuat cost politik semakin mahal. Pada akhirnya partai membungkus menjadi cost politik,” kata Holid.
Terpisah, Ketua DPC PPP KBB Samsul Maarif tidak memungkiri bahwa partai politik membutuhkan cost tinggi dalam Pilkada. Apalagi, untuk mendongkrak tingkat popularitas bakal calon kepala daerah yang memang tidak begitu populer sangat membutuhkan cost tinggi. “Mahar dilihat sesuai dengan tingkat popularitas dan elektabiltas bakal calon tersebut. Akan tetapi pada prinsipnya kita tidak ingin membicarkan mahar,” kata Samsul belum lama ini.