jabarekspres.com, BANDUNG – Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (BPPD) Kota Bandung menargetkan pendapatan pajak dan non pajak sebesar Rp 2,4 Triliun hingga akhir 2017.
”Pada tahun ini kita mendapatkan target yang luar biasa yaitu sekitar Rp 2,4 Triliun lebih,” ujar sekretaris BPPD Kota Bandung Novidi Hayati Ekaputra di ruang Media Balaikota, kemarin (8/8).
Lebih lanjut dia menyebutkan per tanggal 7 Agustus 2016, perolehan dari sembilan mata pajak mencapai Rp 797,112 Miliar. Sedangkan Tahun 2017 di tanggal sama, sebesar Rp 981,283 Miliar pendapatan berhasil dikumpulkan. Sembilan mata pajak yakni pajak hotel, restoran, hiburan, parkir, reklame, penerangan jalan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta Pajak Air Tanah.
”Bandung hanya mampu mengakomodir sembilan mata pajak, di mana sembilan mata pajak itu harus tahu karakternya. Yang pertama itu self assistment artinya dihitung sendiri, yang tiga adalah office assistment jadi ditetapkan. Contohnya office itu seperti PBB, pajak air tanah dan pajak reklame. Tapi yang self itu hotel, restoran, hiburan, penerangan jalan dan BPHTB ,” ujarnya.
Mengenai pajak reklame, Novidi mengatakan terdapat dua tipikal naskah yang ada pada reklame, pertama naskah konten rokok dan naskah bukan rokok. Khusus untuk rokok, pajak reklame yang dikenakan dua kali lebih tinggi dari konten naskah yang bukan rokok. Hal ini karena efek negatif yang ditimbulkan dari rokok itu sendiri terhadap lingkungan dan individu sehingga iklan rokok tidak mudah beredar terutama pada reklame.
Meski demikian sebut dia, pihaknya sangat diuntungkan dengan adanya iklan rokok yang dipasang pada reklame. Hal ini karena iklan rokok yang dipasang pada reklame, pajak yang dikenakan menjadi lebih tinggi sehingga kemungkinan besar dapat mudah dalam mencapai target yaitu sebesar Rp 2,4 Triliun. Dirinya mencontohkan Kota Surabaya yang pendapatan daerahnya selalu melampaui target karena disokong iklan rokok yang dipasang pada reklame. ”Tentunya bagi kita kegiatan iklan rokok tentu akan menghasilkan yang lebih signifikan terhadap pendapatan,” tambahnya.
Khusus di Kota Bandung sebut dia, pemasangan iklan rokok pada reklame tidak dibolehkkan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil. Sehingga pihaknya menerima risiko pendapatan pajak di Kota Bandung yang masih jauh dari harapan. “Sementara ini wali kota kita, tidak menghendaki konten rokok di Bandung. Ya tentu kita berisiko dengan pendapatan yang di bawah yang kita harapkan, tidak bisa mengkomparasikan dengan daerah lain contoh Surabaya, saat kita 25 miliar Surabaya sudah 115 miliar, setelah kita analisa, di Surabaya 85 persen itu kontennya iklan rokok,” lanjutnya.