jabarekspres.com, BALEENDAH – Warga Kampung Cieunteung Kelurahan/Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, meminta pemerintah segera memberikan kepastian terkait pembebasan lahan tahap dua untuk pembangunan Danau Retensi. Pasalnya, warga sudah tak nyaman dan ingin segera pindah dari kampung yang selama ini menjadi langganan banjir tersebut.
Sebelumnya pembebasan lahan tahap pertama di RW 9, 20 dan 28 di Kampung Cieunteung telah dilakukan oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum. Luasnya mencapai 147 bidang milik 147 Kepala Keluarga (KK) pada Februari-Maret 2017 lalu. Sedangkan lahan yang belum dibebaskan dan masuk tahap dua seluas 317 bidang milik 317 KK.
Ketua RW 20 Kampung Cieunteung, Jaja mengaku, belum mengetahui secara pasti kapan pembebasan lahan tahap dua akan dilakukan. Karena sejauh ini ia bersama warga lainnya belum mendapatkan informasi lebih lanjut dari pihak terkait.
“Kalau hitungan dari pencairan tahap pertama, seharusnya untuk tahap dua dilakukan antara Agustus atau September tahun ini. Tapi sampai sekarang belum ada pemberitahuan lagi yang pastinya kapan,” ujar Jaja saat ditemui di Kampung Cieunteung, kemarin, 31/7.
Jaja mengungkapkan, warga di RW 20 yang saat ini masih tinggal di Kampung Cieunteung mengaku sudah tidak nyaman dan ingin segera pindah. Apalagi sebagian rumah yang saat ini masih ditempati sudah tidak layak akibat sering terendam banjir.
“Kalau warga yang rumahnya sudah rusak dan tidak layak ditempati, sementara mengontrak dulu termasuk saya. Nah, warga ingin ada kabar yang pasti. Bebas apakah itu awal, pertengahan atau akhir bulan, yang penting informasinya jelas dan bisa dipertanggungjawabkan,” katanya.
Dirinya menuturkan, dari total empat RT di RW 20 baru satu RT yang sudah dibebaskan sepenuhnya. Sedangkan tiga RT lainnya masuk pembebasan tahap dua. “Kalau RT 3 sudah semua, RT 1 sama 2 baru sebagian. Dan di RT 4 termasuk rumah saya belum semuanya,” ucapnya.
Pada tahap pertama pembebasan yang sudah dilakukan, kata dia, penggantian kepada warga di RW 20 paling kecil Rp 98 juta dan paling besar Rp 1,2 miliar. “Kalau kata saya penggantian yang diberikan memuaskan. Hitungannya untuk rumah yang dipinggir jalan desa itu per tumbak atau 14 meter persegi itu Rp 14 juta dan yang di belakang Rp 10 juta,” katanya.