Titik nol petualangan menemui suku Polahi dimulai dari rumah Haris Antu. Pria 36 tahun itu tinggal di rumah berdinding kayu beratap seng di Desa Bina Jaya, Kecamatan Tolangohula, Kabupaten Gorontalo. Dari pusat kota sekitar tiga jam perjalanan dengan naik mobil untuk sampai ke rumah Haris yang berada di tepi hutan.
Haris dipercaya sebagai perantara orang-orang yang ingin berkunjung ke Polahi. Dia memang bisa diterima orang Polahi yang cenderung tertutup. Sebab, dia anak menantu suku Polahi. Risna Palowa, 32, istri Haris, adalah salah seorang anak Kepala Suku Polahi Baba Manio. Haris dan Risna menikah pada 2000 dan sudah dikaruniai empat putri. ”Saya dulu buruh rotan di hutan,” ujar Haris menceritakan perkenalannya dengan Risna.
Haris yang berasal dari Kecamatan Bongomeme, Kabupaten Gorontalo, itu tidak lancar berbahasa Indonesia. Wartawan Gorontalo Post (Jawa Ekspres Group) Gusran Ismail menjadi penerjemah. Sebelum berangkat, Haris menjelaskan kondisi suku Polahi. Menurut dia, Risna yang punya nama lahir Amali adalah anak Baba Manio dengan saudara kandungnya, Loonunga alias Nakiki. Sebelum menikah, Risna masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat. ”Juga mandi lemon,” ujar dia.
Mandi lemon itu mandi keramas dengan air yang bercampur perasan jeruk lemon. Risna yang juga tidak lancar berbahasa Indonesia menjelaskan, ibunya, Loonunga, memisahkan diri dari kelompok Baba Manio. Loonunga memilih tinggal bersama suaminya bernama Bakiki Mani. Nah, Bakiki Mani ini adalah saudara kandung Loonunga dan Baba Manio. ”Ada cinta segi tiga,” jelas Risna.
Rumit juga hubungan percintaan di suku Polahi. Sebab, Baba Manio tak hanya menikahi Loonunga, tapi juga Hasima alias Wambi’i dan Tanio alias Antuingo. Mereka semua bersaudara kandung. Lalu, bagaimana dengan Bakiki Mani? Selain kawin dengan Loonunga, dia menikahi Hasima dan dikaruniai tiga anak.
Pernikahan dalam adat suku Polahi cukup dengan satu syarat. Suka sama suka. ”Nikahnya itu dimandikan di sungai. Siang hari. Tetap pakai baju saat dimandikan,” tutur Risna.