Sudah tak terhitung betapa banyak yang menekan. Bahkan, mengancam akan mendemo penulis terkait PPDB 2017, setelah kami di Disdik Jabar kekeuh, mempertahankan kebijakan yang sudah disepakati. Kami pun sudah sewajarnya akan bertahan pada regulasi positif yang telah ditetapkan dari awal. Sebab, sesungguhnya alihkelola sepatutnya memang terasa lebih baik sistemnya daripada kelolaan sebelumnya.
Inilah yang kemudian tak bisa dipungkiri jika banyak elemen pendidikan PPDB di kabupaten dan kota yang merasa lebih tenang hati. Bahkan, tak pernah lagi sembunyi dari sekolah menjelang pengumuman penerimaan. Apresiasi positif ini konkret dan tak dibuat-buat. Sekaligus mengerucut dalam perbaikan sistem PPDB ke depan, sehingga penulis mengajak semua pihak menerima situasi dan kondisi ini secara obyektif.
Kedua, sudah sepatutnya pula alihkelola mampu mereduksi. Bahkan, menghilangkan aneka praktik tak terpuji. Terutama percaloan, yang bukan sekali dua kali terjadi dalam setiap PPDB. Ini adalah fakta pahit yang tak bisa kita semua elak masih terjadi di beberapa titik lokasi. Kolusi jejaring calo dan oknum sekolah kemudian menjadikan penerimaan siswa sebagai komoditas. Bukan sekadar komoditas. Namun, sudah menjurus eksploitasi kesempatan dalam kesempitan, karena satu kursi sekolah favorit bisa dibanderol sampai mendekati Rp 100 juta. Apakah akan terus kita biarkan?
Sejatinya, akses pendidikan adalah kesempatan merata dan setara bagi seluruh tunas bangsa anak-anak kita di Jabar. Jangan sampai praktik kotor dan curang menegasikan kesempatan setara tadi. Oleh karena itu, PPDB 2017 adalah upaya nyata dan berkesungguhan dari Pemprov Jabar menghadirkan kesetaraan peluang, bagi tunas bangsa sekaligus menghilangkan praktik tak terpuji tadi.
Ketiga, kami sudah memfasilitasi para murid yang tak diterima di sekolah negeri untuk bisa masuk ke sekolah swasta dengan pembiayaan Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU), dari Pemprov Jabar. Tanpa perlu banyak ekspos, kami bahu membahu meratakan pendidikan di banyak tempat, sekolah negeri dan swasta. Dengan begitu, disparitas pendidikan tak terus terjadi. Terutama antara kota besar dan kecil.