Subsidi diberikan dengan harga yang dipatok yakni sekitar Rp 460 per kWh untuk pelanggan 450 VA dan sekitar Rp 560 per kWh untuk pelanggan golongan 900 VA. ”Dari 2004 sampai sekarang naik terus, tarif, tidak terasa subsidinya 70 persen,’’ katanya.
Hal itu membuat PLN berhitung soal siapa-siapa saja yang dianggap lebih layak mendapatkan subsidi. Usai melakukan kalkulasi, ternyata didapatkan ada sekitar 45 juta kepala keluarga yang selama ini mendapatkan subsidi. Jauh dari angka TNP2K yang menyebut ada 23 KK miskin dan pra miskin yang berhak.
PLN kemudian melakukan kajian dan survei lapangan. Didapat banyak rumah atau bangunan lain yang tidak sepantasnya mendapatkan subsidi. Atau mereka yang berlaku curang dengan memasang beberapa meteran listrik dengan daya listrik yang disubsidi.
Mantan dirut BRI itu menuturkan, hal itu ironis mengingat sejatinya penerima subsidi haruslah yang benar-benar tidak mampu. Sofyan menganalogikan, orang miskin dengan daya 450 VA dengan pemakaian tak sampai 100 kWh harus membayar Rp 15.000 sampai Rp 20.000. Padahal harga keekonomiannya Rp 70.000 dengan asumsi tersebut. Artinya, mereka mendapatkan subsidi dari negara senilai Rp 50.000.
”Sedangkan yang 900 VA harusnya bayar Rp 140.000-Rp 160.000, dia bayar Rp 70.000. Jadi dia menerima subsidi jauh lebih besar daripada yang miskin. Jadi kami, pemerintah dan DPR memutuskan untuk mengalihkan subsidi agar tepat sasaran. Jadi apakah sekarang ada kenaikan listrik? Tidak ada,’’ tegasnya. (dee/ken/rie)