jabarekspres.com, JAKARTA – Kepala daerah (Kada) yang ingin menyeberang ke legislatif, atau bahkan maju dalam Pilpres 2019 tidak perlu risau. Sebab, draf revisi UU Pemilu yang mulai memasuki masa penyelesaian menjamin kemudahan pencalonan mereka.
Sesuai dengan aturan lama, kepala daerah yang maju dalam kontestasi, baik pemilu legislatif maupun pemilihan presiden (pilpres), harus mendapat izin dari presiden. Hanya, izin tersebut sejatinya hanya formalitas. Mengingat tidak ada opsi bagi presiden untuk tidak mengizinkan pilihan politik kepala daerah tersebut.
”Eksistensi surat izin itu administratif belaka. Tidak boleh presiden tidak keluarkan izin. Wajib presiden keluarkan izin,” ujar Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy saat dimintai konfirmasi kemarin.
Dia beralasan, ikut serta dalam kontestasi pesta demokrasi merupakan hak konstitusional semua warga negara. Untuk itu, selama tidak ada persyaratan yang dilanggar, seperti berstatus terpidana, siapa pun boleh mengajukan diri.
Sementara itu, administrasi perizinan ke kepala negara tetap dibutuhkan sebagai administrasi. Sebab, ketika kepala daerah menjadi peserta, harus berstatus cuti. Ada juga konsekuensi yang lain. ”Misalnya, harus ada surat keputusan hanya mendapat gaji pokok. Itu kan butuh surat izin,” imbuhnya.
Sementara itu, anggota Pansus RUU Pemilu Rambe Kamarul Zaman menambahkan, perizinan akan dilakukan dalam waktu 15 hari. Jika dalam waktu tersebut belum keluar, sudah otomatis dianggap mengizinkan.
Sama dengan saat pilkada, lanjut dia, kepala daerah yang maju dalam kontestasi harus berstatus cuti di luar tanggungan negara. Selain agar tidak memanfaatkan jabatan, cuti tersebut dibutuhkan agar tidak mengganggu tugasnya. Tugas sementara akan diambil alih oleh pelaksana tugas (Plt).
Sebagaimana diketahui, pekan ini pansus mengebut penyelesaian RUU Pemilu. Selain empat isu krusial, ada belasan isu yang diputus pekan ini. Beberapa di antaranya sudah diputus. Misalnya, mengubah status panwaslu kabupaten/kota menjadi permanen, memasukkan warga yang sudah menikah meski di bawah umur sebagai pemilih, membiayai sebagian kampanye melalui APBN, hingga menyiapkan mekanisme capres tunggal. (far/c4/agm/rie)